Kamis, 28 Mei 2015

PENELITIAN KEPERCAYAAN ORANG JAWA TERHADAP NEPTU



MAKNA DIBALIK BOBOT ANGKA PERJODOHAN DENGAN PERHITUNGAN NEPTU MENURUT PENANGGALAN JAWA
(Suatu Studi Kebudayaan Masyarakat Jawa di Benculuk Kabupaten Banyuwangi)



diajukan guna memenuhi tugas akhir semester
 mata kuliah Metode Penelitian Kualitatif




Oleh

Merry Trifena Sari
130110201055



JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNVERSITAS JEMBER
2014






BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Indonesia adalah suatu negara yang kaya akan budaya. Di dukung dengan negara yang berbentuk kepulauan, Indonesia kini telah menghasilkan keaneragaman budaya dan adat istiadat yang bermacam-macam dan memiliki keunikan yang menonjol. Disamping itu dari setiap wilayah di Indonesia mempunyai keistimewaan  budaya tersendiri. Pada kali ini saya mengangkat sebuah peristiwa penting yang sering dilakukan orang Jawa sebelum menikah. Orang Jawa menganggap pernikahan  bukanlah sebagai ajang formalitas saja dalam menjalin hubungan rumah tangga namun pernikahan adalah hal yang sangat disakralkan saat kegiatan tersebut dilaksanakan. Banyak rangkaian peristiwa yang harus dilakukan menjelang atau sedang berlangsungnya pernikahan.Salah satu rangkaian yang tetap ada dan masih dilestarikan oleh masyarakat di daerah Jawa adalah perhitungan Neptu (dalam bahasa Jawa disebut neton) menjelang pernikahan.
Beberapa masyarakat Jawa (terutama masyarakat Benculuk) mengakui bahwa perhitungan neptu sebelum pernikahan sangat perlu untuk dilakukan supaya dari kedua belah pihak mengetahui apakah mereka jodoh yang cocok atau tidak, untuk mengetahui pula bagaimana sifat/karakter, rejeki, calon mempelai yang akan dinikahi. Perhitungan neptu dalam masyarakat Jawa sudah ada sejak jaman-jaman kerajaan dimana kerajaan itu di pimpin oleh seorang raja/ratu dan perkembangan perhitungan neptu tersebut masih ada sampai saat ini
Neptu  biasanya  digunakan oleh masyarakat asli Jawa yang mempercayai hal tersebut misalnya saja untuk mengetahui karakter/sifat, rejeki, jodoh namun hanya sebagian kecil saja mereka yang dapat memahaminya. Seiring dengan kemajuan IPTEKS, generasi saat ini malah lebih mengidolakan budaya di luar negeri bahkan kebanyakan anak muda sekarang menginginkan budaya luar masuk secara bebas di negara Indonesia. Padahal tanah air kita meiliki banyak kebudayaan  yang perlu di lestarikan. Semakin bertambahnya jaman terlihat semakin pudar pula kebudayaanasli  Indonesia di mata masyarakat. Hanya tinggal beberapa  orang saja yang masih tersentuh dan percaya adanya kebudayaan  tersebut. Mereka menganggap apabila melangggar atau tidak melaksanakan adat orang Jawa maka akan mendapat petaka, sial, dan malu
Minimnya sumber daya manusia dari bidang adat dan budaya (budayawan)menyebabkan kurangnya pengetahuan seperti halnya perhitungan neptu di kalangan masyarakat luas.Banyak pula kejadian orang tua yang menikahkan anak-anaknya tanpa perhitungan neptu alhasil rumah tangga mereka tidak harmonis, sering bertengkar, banyak ditemui malapetaka.Oleh karena itu, saya mengangkat permasalahan mengenai perhitungan neptu dalam masyarakat Jawa (Benculuk- Banyuwangi) untuk memberikan suatu penegertian makna yang terkandung dalam wilayah tersebut. Dengan beberapa ulasan saya akan memaparkan sekilas uraian perhitungan neptu dalam masyarakat Jawa. Diharapkan masyarakat setempat, khususnya masyarakat Jawa tidak hanya sekedar tahu sekilas dan mendengar saja, melainkan sebagai generasi penerus bangsa kita harus menyadari betapa uniknya budaya yang dahulu diciptakan leluhur kita.Masyarakat era sekarang harus dapat berfikir lebih kritis, aktif dan positif. Jika neptu biasanya digunakan orang Jawa maka kita wajib saling menjaga dan melestarikan keanekaragaman  itu serta memahami isi dan makna dari kebudayaan tersebut.

1.2  RUMUSAN MASALAH
Ada beberapa hal  yang akan di ulas tentang
1.      Definisi dan sejarah adanya perhitungan neptu
2.      Makna dari perhitungan jodoh dengan neptu bagi masyarakat Jawa
3.      Cara menghitung neptu dari calon kedua mempelai yang akan menikah
4.      Patokan dalam perhitungan jodoh
5.       Bagaimana kepercayaan masyarakat Jawa apabila menikah tanpa perhitungan neptu (akibat yang ditimbulkan)
6.      Makna  setiap bobot angka hasil dari penjumlahan neptu calon pengantin
7.      Pandangan masyarakat Benculuk mengenai penting dan tidaknya perhitungan neptu



1.3  TUJUAN DAN MANFAAT
Adapun tujuan dari  karya tulis ini adalah untuk membuka wawasan mengenai  budaya dan adat orang Jawa dalam segi perhitungan jodoh dengan menggunakan neptu. Neptu di pandang sebagai tolak ukur masa depan yang telah digariskan melalui bobot angka menurut penanggalan Jawa.
Manfaat  yang dapat kita petik adalah pengetahuan secara terinci yang dapat kita ketahui melalui penelitian kualitatif tentang seluk beluk perhitungan-perhitungan dalam penanggalan Jawa

1.4  TINJAUAN PUSTAKA
Dalam melaksanakan penelitian ilmiah pada dasarnya perlu adanya tinjauan pustaka. Suatu tinjauan pustaka berf ungsi sebagai peninjauan kembali (review) pustaka tentang masalah atau penelitian yang akan di telusuri. Kegunaan lainnya yaitu tinjauan pustaka dapat digunakan untuk mengkaji sejarah permasalahan,membantu pemilihan prosedur penelitian,mengalami landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan, mengkaji kelebihan dan kekurangan suatu hasil penelitian terlebih dahulu, menghindari duplikasi penelitian dan dapat digunakan sebagai penunjang perumusan masalah. Adapun tinjauanya:

1.4.1        TINJAUAN HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA
Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya telah diteliti oleh Nila Robiatun Nur dengan judul penelitian “POLA KEYAKINAN MASYARAKAT TERHADAP PERHITUNGAN JAWA DALAM KEGIATAN PERKAWINAN DI DESA SAMIR KECAMATAN NGUNUT KABUPATEN TULUNGAGUNG” dari Universitas Negeri Malang, Fakultas Ilmu Sosial jurusan Hukum dan Kewarganegaraan pada September 2010
Yang mengungkapkan bahwa :
1.    Dasar keyakinan masyarakat desa Samir menggunakan perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan adalah sebagai berikut: (1) Alasan incest (larangan kawin); (2) Alasan Tidak Melangggar Ajaran Agama; (3) Alasan Kekurang Sempurnaan Kegiatan Perkawinan; (4) Alasan panggilan adat; (5) Alasan Kewajiban dan Pertimbangan Neptu; (6) Alasan Keselamatan; (7) Alasan Peristiwa yang Pernah Terjadi; (8) Alasan Sekedar Mengikuti; (9) Alasan Pelestarian ke Generasi; (10) Alasan Kecermatan Bertindak. Dari kesepuluh alasan tersebut alasan yang paling dominan menjadi dasar keyakinan masyarakat desa Samir menggunakan perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan adalah alasan keselamatan. Jarang sekali bahkan bisa dikatakan tidak ada warga masyarakat desa Samir yang tidak menggunakan perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan karena mereka takut akan bala/musibah yang akan didapat, selain itu perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi adat yang mendarah daging pada masyarakat desa Samir.

2.    Faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan terhadap perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan di masyarakat desa Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung antara lain adalah: (1) Pengalaman Terdahulu; (2) Kepercayaan  Kepada Tuhan YME; (3) Adat Istiadat yang Berlaku di Masyarakat; (4) Ketaatan Kepada  Pemuka Masyarakat/Orang Tua. Dari keempat faktor tersebut faktor yang paling dominan yang mendorong masyarakat untuk meyakini perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan adalah faktor pengalaman terdahulu. Mereka meyakini perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan karena sudah banyak terbukti orang yang melanggar/tidak menggunakan perhitungan Jawa banyak mendapat musibah.


3.    Pihak-pihak yang berkompeten dalam hal perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan di masyarakat desa Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung ada dua pihak yaitu dukun manten dan tokoh masyarakat. Di desa Samir ada dua orang yang dikenal sebagai dukun manten orang tersebut adalah Mbah Marji dan Mbah Semo. Mbah Marji dikenal lebih modern daripada Mbah Semo, Mbah Semo masih menggunakan adat Jawa kental. Sedangkan tokoh masyarakat yang berkompeten diantaranya adalah Bapak Parman. Meskipun beliau bukan berfrofesi sebagai dukun manten tapi banyak warga yang meminta tolong untuk mencarikan hari baik untuk pelaksanaan kegiatan perkawinan mereka.

4.    Perhitungan Jawa Dalam Kegiatan Perkawinan di Masayarakat Desa Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung meliputi: (1) Perhitungan Perjodohan, Perhitungan perjodohan yang bagus apabila antara neptu laki-laki dan perempuan setelah dijumlah menghasilkan angka 27. Perjodohan yang tidak baik apabila neptu  laki-laki dan perempuan apabila dijumlah menghasilkan 24 atau 14, apalagi kalau neptu antara pria dan wanita sama-sama 12 ini malah tidak baik. Apabila jumlah neptu antara kedua calon pengantin berjumlah 24 atau 14 jarang orang yang berani melanjutkan. Yang tidak baik juga itu antara pasaran Wage dan Pahing disebut Geyeng karena bisa kalah salah satu pihak.(2) Menentukan Hari yang baik dalam pelaksanaan kegiatan perkawinan, Untuk menentukan hari yang tepat untuk perkawinan itu dengan menjumlahkan neptu dari laki-laki dan perempuan, kemudian mecarikan hari yang baik yang kemudian jumlah hari dan neptu keduanya dibagi tiga-tiga yang bisa menyisakan angka 2 atau habis tidak baloh menyisakan 1. Kalau bisa sisa 2 itu malah lebih bagus. Misalnya saja laki-laki lahir pada hari Ahad Wage neptunya 9, perempuannya lahir pada hari Rabu Wage neptunya 11, 9+11=20. Kemudian mencarikan hari yang dua belasan yaitu Senin Kliwon=12. 9+11+12=32 dibagi tiga terus menyisakan dua hari itulah yang  bisa digunakan. Wuku, bulan, tahun dan windu  juga harus diperhatikan (3) Meramalkan Letak Rumah Kedua Calon Pengantin, Berikut ini arah rumah serta yang tidak diperbolehkan untuk menikah di masyarakat desa Samir: Nyigar kupat (beradu pojok), sunduk waton (berada dalam satu deret dua atau tiga rumah tetangga dekat baik itu sebelah kanan atau kiri), segoro getih (ngangkah dalan siji, menyeberang satu jalan) baik itu utara selatan atau timur barat, turun telu (turun tiga, satu saudara buyut), pancer wali (tunggal bapak, anak saudara laki-laki), mumah murep, masih saudara (saudara laki-laki dengan saudara perempuan. Menurut adat yang berlaku masyarakat desa Samir tidak diperbolehkan untuk menikah dengan orang-orang yang berada pada desa-desa tertentu, desa-desa tersebut antara lain: Karangsono, Salakkembang, Selorejo, Desa yang huruf awalnya berawal sama yaitu S misalnya saja dengan orang desa Sumberjo, Sumberingin, Salakkembang, atau disebut dengan sautan desa. Ada beberapa warga yang gagal menikah dikarenakan terhalang masalah larangan tersebut. Dan apabila ada warga yang harus melaksanakan perkawinan dengan larangan-larangan tersebut maka kepadanya berlaku beberapa aturan yang harus dilaksanakan. Perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan bisa berlainan antara di daerah satu dengan daerah lainnya.



1.4.2        TINJAUAN TEORI
a.      Pengertian Kebudayaan Jawa
Kebudayaan dalam arti sempit sering diartikan sebagai kesenian. Dalam arti luas, kebudayaan setidaknya meliputi tujuh sistem yaitu: (1) sistem religi dan upacara keagamaan, (2) sistem dan organisasi kemasyarakatan, (3) sistem pengetahuan, (4) bahasa, (5) kesenian, (6) sistem mata pencaharian, dan (7) sistem teknologi dan peralatan. Menurut Koentjaraningrat (1978: 11-12) yang menunjukkan identitasnya suatu kebudayaan adalah unsur-unsur yang menonjol dari kebudayaan itu.Jadi yang menjadi identitas kebudayaan Jawa adalah unsur yang menonjol dari kebudayaan Jawa yaitu bahasa dan komunikasi, kesenian, dan kesusastraan, keyakinan keagamaan, ritus, ilmu gaib, dan beberapa pranata dalam organisasi sosial.
Berdasarkan pengertian tentang kebudayaan seperti di atas, sifat khas suatu kebudayaan hanya dapat dimanifestasikan dalam unsur-unsur terbatas terutama melalui bahasa, kesenian, dan upacara. Berdasarkan pengertian tersebut maka untuk mengidentifikasikan kebudayaan Jawa dapat ditilik dari bahasanya, keseniannya, dan kesenian tradisionalnya maka kebudayaan Jawa menurut H. Karkono Kamajaya Partokusumo (1986: 85) adalah pancaran atau pengeJawantahan budi manusia Jawa yang merangkum kemampuan, cita-cita, ide maupun semangatnya dalam mencapai kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan hidup lahir batin.
Kebudayaan Jawa merupakan kebudayaan yang dianut oleh orang-orang Jawa. Kebudayaan Jawa meliputi daerah yang luas yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur, sedangkan orang Jawa yang tinggal di pulau lain merupakan sub variasi kebudayaan Jawa yang berbeda karena mereka tetap mempertahankan kebudayaannya.
Selanjutnya dikemukakan bahwa hanya ada satu unsur kebudayaan yang dapat menonjolkan sifat khas dan mutu yang tinggi yaitu kesenian.Masyarakat Jawa juga mempunyai kesenian yang bermacam-macan ragamnya dari berbagai daerah di Jawa yaitu seni musik, seni tari, seni bangunan.Kesenian tersebut mempunyai ciri khas yang menunjukkan identitas masyarakat Jawa yang membedakan dengan kesenian daerah lainnya.
Menurut pandangan orang Jawa sendiri, kebudayaannya tidak merupakan satu kesatuan yang homogen. Mereka sadar akan adanya suatu keanekaragaman yang sifatnya regional sepanjang daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Keanekaragaman regional kebudayaan Jawa ini sedikit banyak cocok dengan daerah-daerah logat bahasa Jawa dan tampak juga dalam unsur-unsur seperti makanan, upacara-upacara rumah tangga, kesenian rakyat, dan seni suara (Koentjaraningrat. 1984: 165).Sifat dan ciri kebudayaan Jawa yang tidak homogen ini masih nampak dalam kehidupan masyarakat Jawa sekarang.
Sebagaian besar masyarakat Jawa bermata pencaharian sebagai petani, tetapi ada juga yang menjadi pedagang, tukang, maupun pegawai.Sistem kemasyarakatan di Jawa menurut garis keturunan ayah atau patrilineal.(Koentjaraningrat, 1976: 36). Karnoko (1986: 86) berpendapat bahwa kebudayaan Jawa adalah pancaran atau pengeJawantahan budi manusia Jawa yang mencakup kemauan, cita-cita, ide maupun semangat dalam mencapai kesejahteraan, keselamatan lahir dan batin. Kebudayaan Jawa ini telah ada sejak zaman prasejarah.
Dalam perkembangannya, kebudayaan Jawa masih tetap seperti dasar kelahirannya yang merupakan kristalisasi pemikiran-pemikiran lama yaitu:
a)      Manusia Jawa berkeyakinan kepada Sang Maha Pencipta, penyebab dari segala kehidupan
b)     Manusia Jawa berkeyakinan bahwa manusia Jawa adalah bagian dari kodrat alam semesta (makro cosmos), manusia dengan alam saling mempengaruhi, tetapi manusia harus sanggup melawan kodrat alam sesuai dengan kehendak cita-cita agar dapat hidup selamat baik dunia maupun di akherat. Hasil dari perjuangan perlawanan terhadap kodrat alam tersebut berasal dari kemajuan dan kreativitas kebudayaan sehingga terjalinlah keselarasan dan kebersamaan yang di dasarkan pada saling hormat, saling tenggang rasa, dan saling mawas diri
c)    Manusia Jawa rindu akan kondisi tata tentrem kerta raharja yaitu suatu keadaan yang damai, sejahtera, aman, sentosa berdasar pada “kautamaning ngaurip (kekuatan hidup) sehingga manusia Jawa berkewajiban untuk memayu hayuning raga, sesama, bangsa, dan bawana” (Imam Sutardjo, 2008: 14-15).
Kebudayaan Jawa memiliki perbedaan atau variasi yang beraneka ragam tetapi pada dasarnya perbedaan itu tidak bersifat mendasar karena apabila diteliti, unsur-unsur itu masih menunjukkan satu pola ataupun satu sistem kebudayaan Jawa. Bahkan bila diteliti lagi kebudayaan Jawa mempunyai pula kesamaan dengan kebudayaan daerah lain.
Dari uraian tersebut di atas maka kebudayaan Jawa dapat dibagi menjadi dua yaitu:
  1. Kebudayaan Rohani yang bersifat abstrak dan universal, artinya kebudayaan demikian memiliki nilai-nilai yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini.
  2. Kebudayaan Jasmani yang bersifat konkret, nyata, dan bersifat local sempit. Kebudayaan ini berbeda dan macam-macam jenisnya. Unsur-unsur kebudayaan ini meliputi: tulisan, kerajinan, seni tari, sistem kekerabatan, dan sebagainya (H. Karkono Kamajaya Partokusumo, 1986: 78)
b.       Pendukung Kebudayaan Jawa
Orang Jawa adalah pendukung dan penghayat kebudayaan Jawa.Orang Jawa hanya mendiami bagian tengah dan timur pulau Jawa, karena sebelah baratnya (yang hampir seluruhnya merupakan dataran tinggi Priangan) adalah daerah Orang Sunda.Suku bangsa Jawa asli atau pribumi terdapat di daerah pedalaman yaitu daerah-daerah yang secara kolektif sering disebut daerah Kejawen yaitu Jogyakarta, Surakarta, Banyumas, Kedu, Madiun, Malang, dan Kediri.(Koentjaraningrat, 1984: 3). Budiono Heru Sutoto (1984: 41) yang menjelaskan mengenai orang Jawa sebagai berikut:
Secara antropologi budaya dapat dikatakan bahwa yang disebut suku bangsa Jawa adalah orang-orang yang secara turun-temurun menggunakan bahasa Jawa dengan berbagai ragam dialeknya dalam kehidupan sehari-hari dan bertempat tinggal di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur serta mereka yang berasal dari kedua daerah tersebut.
Pada jaman Mataram Islam, secara regional daerah-daearh pendukung kebudayaan Jawa ada yang disebut negari gung (daerah istana atau keraton) dan pesisir.Kebudayaan Jawa yang hidup di Jogyakarta dan Surakarta yang disenut Negari Gung merupakan peradaban orang Jawa yang berakar dari keraton. Sedangkan yang disebut kebudayaan pesisir terdapat di kota-kota pantai utara pulau Jawa yang meliputi daerah dari Indramayu-Cirebon disebelah Barat sampai ke kota Gresik disebekah timur. Orang Jawa menganggap kebudayaan pesisir berbeda dengan yang lain. Kebudayaan yang hidup di Surabaya dan sekitarnya dengan logat Surabaya yang khas itu oleh orang Jawa sendiri biasanya dianggap sebagai suatu sub daerah yang khusus (Koentjaraningrat, 1984: 57).
Jadi perbedaan territorial daerah pendukung kebudayaan Jawa telah menyebabkan perbedaan atau variasi yang beraneka ragam dalam kebudayaan Jawa
c.       Pengertian Neptu
Menurut primbon jawa ada hitungan mengenai neptu hari dan pasaran yang biasa digunakan untuk melihat watak dan karakter manusia,perjodohan atau sekedar pengetahuan saja.Cara seperti ini tidaklah jelek ataupun merusak aqidah agama/keyakinan yang dimiliki seseorang(kepada Allah SWT).

A. "NEPTU HARI TUJUH".
  1. Ahad neptu harinya 5
  2. Senin neptu harinya 4
  3. Selasa neptu harinya 3
  4. Rabu neptu harinya 7
  5. Kamis neptu harinya 8
  6. Jumat neptu harinya 6
  7. Sabtu neptu harinya 9
B. "NEPTU PASARAN".
  1. Legi neptu harinya 5
  2. Pahing neptu harinya 9
  3. Pon neptu harinya 7
  4. Wage neptu harinya 4
  5. Kliwon neptu harinya 8

WATAK DAN KARAKTER SESEORANG DILIHAT DARI HARI LAHIR DAN PASARAN
  1. Jika anak lahir jumlah neptu hari dan pasarannya bertemu 7jalannya bumi,wataknya sempit,tidak pandai bergaul,sedikit teman dan malas bekerja,serta tanggung jawabnya kurang terhadap wanita.
  2. Jika anak lahir jumlah neptu hari dan pasarannya bertemu 8adalah jalanya api,berwatak kurang baik mudah tersinggung,panas hati,dengki,bermuka masam,sering bertengkar karena sering keliru berbicara,akibatnya sedikit teman.
  3. Jika anak lahir jumlah neptu hari dan pasarannya bertemu 9 adalah jalannya "arsy empat",berwatak suks berpindah pindah,suka makan enak dan bepergian,jika punya aji-aji tidak mujarab,tetapi otaknya cerdas.
  4. Jika anak lahir jumlah neptu hari dan pasarannya mertemu 10 adalah jalannya angin,berwatak pendiam,berkepribadian tinggi,cerdas dan besar nafsunya,tindakannya sesuai dengan perkataannya,segala urusan dan pekerjaan dapat diatasinya,tetapi sulit diajak musyawarah.
  5. Jika anak lahir hari dan pasarannya bertemu 11 jalannya bunga,berwatak pemberani,pemalu,punya barang sering dijual bahkan mengambil hak orang lain.
  6. Jika anak lahir hari dan pasarannya bertamu 12 jalannya syetan,berwatak neriman,disukai banyak orang,mudah mencari kerja,sering kehilangan (sesudah berumah tangga).
  7. Jika anak lahir neptu hari dan pasarannya bertamu 13 jalannya bintang,berwatak ramah,halus budi pkerti,berteman dengan orang baik-baik.
  8. Jika anak lahir jumlah neptu hari dan pasarannya bertemu 14 jalanya bulan,berawtak loyal,pekerjaan selalu baik,sering bahagia,caerdas dan disegani orang,lemah hati tapi pemalas,akibatnya sulit kaya.
  9. Jika anak lahir neptu hari dan pasarannya bertemu 15 jalannya matahari,berwatak memerintah tapi tidak mau bekerja,keras bicaranya,tidak betah lapar,giat bekerja,banyak kenalan,sering bertengkar dalam rumah tangga.
  10. Jika anak lahir neptu hari dan pasarannya bertemu 16 jalannya air,berwatak lemah lembut,sopan dan pemaaf,cita-cita tercapai,jika marah tidak ada yang berani menghalangi,tapi diam jika digertak.
  11. Jika anak lahir neptu hari dan pasarannya bertemu 17 jalannya bumi,berwatak pendiam,pekerjaannya berbahaya,lambat tapi nasehatnya ditaati orang,sedikit kenalan,sering ditipu orang.
  12. Jika anak lahir neptu hari dan pasarannya bertemu 18 jalannya api berwatak panashati,gertakannya menakutkan,dapat tantangan lawan,angkuh jika kaya.
d.      Pola keyakinan masyarakat Jawa dalam perkawinan
Jawa, sebuah pulau yang kaya akan tradisi dan budaya. Dari hal yang paling kecil sampai yang besar mempunyai filosofi.Salah satunya adalah memiliki tradisi perhitungan hari dan pasaran dalam melaksanakan aktifitas kehidupan, khususnya dalam kegiatan perkawinan.Paradigma Jawa tersebut adalah salah satu kebudayan Jawa yang merupakan bagian dari khazanah Jawa. Meskipun masih dipertahankan oleh sebagian besar masyarakat Jawa akan tetapi hal tersebut sudah mulai ditinggalkan masyarakat Jawa yang merupakan peninggalan leluhurnya, akibat dari pengaruh kebudayaan modern.
Sudah sejak zaman dahulu, kemampuan orang Jawa dalam melihat perubahan alam dan kehidupan. Bahkan hingga sekarang peninggalan para leluhur berupa hitungan-hitungan, prediksi, tata cara dan perlambang masih digunakan oleh masyarakat umum. Kepekaan yang disertai dengan ketajaman spiritual mampu memberikan sebuah makna pada pergantian hari, bulan, tahun, dan windu.Kicauan burung dan perilaku binatang pun mampu memberikan sebuah pertanda, karena masyarakat Jawa menyadari bahwa alam merupakan tempat perlambang kehidupan.
            Pemberian makna dan arti tidak dimaksudkan untuk mendahului takdir, melainkan sebagai bentuk usaha kita agar lebih berhati-hati dalam menjalani hidup.Inilah nilai-nilai hidup yang perlu kita junjung tinggi sebagai referensi dalam memaknai segala kejadian hidup.
            Kemampuan orang Jawa dalam membaca tanda-tandan jaman diwariskan secara turun termurun.Ramalan, petungan, dan keberuntungan nasib manusia mengacu kepada perubahan musim, siklus alam, suara hati dan bisikan gaib. Bagi masyarakat Jawa, kelahiran, kematian,jodoh, dan rejeki adalah takdir Tuhan. Namun demikian manusia tetap diberi kewenangan untuk berikhtiar.
            Begitu pedulinya terhadap kehidupan yang aman, tenteram lahir batin, maka para sesepuh, pinisepuh Jawa akan memberi makna pada segala peristiwa yang terjadi. Kepekaan perasaan yang disertai ketajaman spiritual mendominasi indra keenamnya. Pergantian hari, bulan, tahun dan windu pasti mengandung maksud.
Walaupun demikian, segala kemampuan manusia itu tidak merupakan bawaan dari alam (yang juga dinamakan “naluri”, karena sudah terprogram di dalam gennya, seperti halnya pada hewan), tetapi harus dikuasainya dengan belajar (Koentjaraningrat, 2005:16).
Lebih lanjut Koentjaraningrat (1985:20) kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakan dengan belajar secara keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu, atau kebudayaan merupakan semua hasil karya, rasa dan cipta manusia/masyarakat.Karya berarti menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendayaan (jasmaniah) atau material yang diperlukan manusia untuk menguasai alam; Rasa meliputi jiwa manusia, mewujudkan kaedah-kaedah dan nilai-nilai kemasyarakatan untuk pengaturan masalah-masalah masyarakat, agama dan lain-lain; Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir dari orang-orang yang hidup bermasyarakat dan menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan untuk diamalkan pada masyarakat.
Selain itu menurut Soekanto (dalam Wisadirana, 2004:23) kebudayaan adalah keseluruhan dari pernyataan pikiran dan perasaan manusia material dan immaterial untuk menyesuaikan diri kapada lingkungan dan meningkatkan taraf hidupnya atau merupakan cara hidup yang dibina oleh suatu masyarakat guna memenuhi kebutuhan pokoknya (untuk kebutuhan hidup dan kelangsungan hidup). Kebudayaan juga dapat disebut sebagai akumulasi dari semua obyek material pada organisasi kemasyarakatan, cara tingkah laku, pengetahuan, kepercayaan dan aktifitas-aktifitas lain yang dikembangkan dalam pergaulan manusia.
Masyarakat desa yang pada umumnya masih menjaga tradisi yang ada dimasyarakatnya  masih menggunakan perhitungannya jawa dalam sendi-sendi kehidupannya. Misalnya saja dalam melakukan hajat perkawinan, mendirikan rumah, bepergian, perjodohan, mencari pekerjaan/rejeki, menetukan sifat manusia dan lain sebagainya.Namun seiring dengan berkembangnya jaman tradisi-tradisi tersebut mulai mengalami perubahan dan pengembangan.
            Menurut Wisadirana masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang bersifat homogeny, tertib dan tentram dalam kehidupan sosialnya, menerima keadaan dan hidup tanpa ada persilihan serta menolak segala bentuk pembaharuan, meskipun dalam kenyatannya anggapan-anggapan tersebut tidak selalu benar (Wisadirana, 2004:41).
            Hal mendasar dalam pembangunan desa dewasa ini adalah bagaimana merubah sistem nilai budaya masyarakat agar cocok dengan perubahan sosial yang diharapkan.Hal ini sangat terkait dengan sistem nilai budaya masyarakat desa.Sebagai faktor mental sistem nilai budaya (cultural value sistem) dan sikap (attitude) menimbulkan pola pikir tertentu yang berpengaruh pada tindakan seseorang baik dalam kehidupan sehari-hari atau keputusan yang penting dalam hidupnya, Sayogjo (dalam Yuliati, 2003:52).
Seperti halnya pada masyarakat di desa Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung pada umumnya mereka masih menggunakan perhitungan Jawa tersebut dalam berbagai kegiatan utamanya dalam kegiatan perkawinan.Pada awalnya mencari kecocokan calon pengantin dengan menggunakan perhitungan neptu (perhitungan jumlah hari dan pasaran) dari kedua calon pengantin, kemudian mencari hari baik untuk pelaksanaan perkawinan tersebut.Apabila perhitungan dari kedua calon pengantin tidak cocok maka perkawinan tersebut terancam gagal. Masyarakat masih mempunyai keyakinan terhadap perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan, apabila dilaksanakan sesuai dengan perhitungan yang ada akan berdampak dengan kehidupan selanjutnya.







BAB II
METODELOGI PENELITIAN


1.5  METODE PENENTUAN LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di desa Benculuk, kec. Cluring, kab.Banyuwangi pada hari Sabtu, 20 September 2014. Dimana wilayah tersebut sering diadakan pernikahan dengan adat jawa. Secara tidak langsung masyarakat disana ada yang telah mengetahui  perhitungan neptu jodoh. Di wilayah Benculuk, orang yang dianggap ahli kejawen biasanya dimintai tolong untuk menghitungkan angka perjodohan berdasarkan neptu, apabila masyarakat sekitar ada yang akan mempunyai hajatan pernikahan. Perhitungan neptu kedua calon pengantin biasanya dilakukan jauh-jauh hari sebelum pernikahan berlangsung. Diharapkan tidak ada hal-hal buruk yang akan terjadi di hari pernikahan nanti.
Penulis mengambil cakupan wilayah Benculuk untuk mengulas perhitungan tersebut karena disana banyak terdapat budayawan, para sesepuh biasanya menghitung bobot angka neptu dari kedua mempelai untuk melihat jodoh tidaknya calon pengantin. Selain itu di Benculuk juga banyak sesepuh yang dahulunya pernah berpengalaman  memimpin acara pernikahan adat Jawa. Hal ini dapat dijadikan lokasi sasaran utama untuk  mendukung pemecahan dari permasalahan yang akan diteliti.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah metode yang jenis penelitiannya akan menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan prosedur statistik/jalur angka. Keunggulan dari metode tersebut peneliti dapat mengungkap suatu permasalahan secara mendalam, menyeluruh, terinci, dapat dipertanggung jawabkan dan unik.





1.6  METODE PENENTUAN INFORMAN
Informan adalah sumber  data berupa manusia yang akan memberikan informasi  yang akan diteliti. Informan penelitian yangakan saya ambil adalah salah satu sesepuh yang telah lama dipercaya masyarakat untuk mempertemukan jodoh dan menghitung perjodohan menurut penanggalan Jawa.

Berikut adalah data informan :
Nama               : Mukari
Usia                 : 108 tahun
Alamat                        : Benculuk
Pekerjaan          : sudah tidak bekerja
Pengalaman      :pemain ketoprak, ludruk, jaranan, pecinta wayang kulit, pegawai perhutani, membantu masyarakat dalam pelaksaan prosesi pernikahan adat Jawa.
Penulis memilih mbah Mukari sebab beliau dianggap ahli adat jawa di daerah Benculuk, beliau banyak mengetahui seluk beluk dari topik penelitian yang akan penulis bahas.

1.7  METODE PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan  data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Instrumen sebagi alat bantu dalam menggunakan methode pengumpulan data merupakan sarana yang dapat diwujudkan dalam benda. Pengumpulan data yang dilakukan meliputi :
a.       Observasi
Observasi  adalah pengamatan dan pencatatan secara sistimatik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian. Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memehami proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara.
Observasi dilakukan di desa Benculuk kec. Cluring dimana tempat tersebut, masyarakat yang mayoritas orang Jawa, banyak yang masih percaya dengan perhitungan neptu untuk menentukan jodoh, selain itu pernikahan dalam tata cara kejawen juga banyak kita jumpai disana. Sehingga penulis merasa dapat menghasilkan informasi-informasi yang lebih objektif tentang makna dibalik bobot angka perjodohan dari perhitungan neptu untuk pasangan pengantin yang akan naik pelaminan.
b.      Metode interview
Wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seorang responden, caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka. Dengan tahap interview maka hal-hal yang mengenai aspek-aspek yang akan di gali informasinya akan menghasilkan sebuah jawaban.        
Dalam metode ini, Sebelum terjun ke lokasi wawancara penulis telah menyiapkankan sederet pertanyaan untuk mengungkap dari perhitungan jodoh tersebut.Beberapa pertanyaan telah penulis susun untuk ditanyakan pada Mbah Mukari.Dengan maksud tujuan wawancara tepat sasaran dan mendalam.Penulis melakukan wawancara secara sistematis sesuai dengan konsep yang ada. Kendala yang dihadapi adalah jauhnya medan yang dituju, sedangkan waktu yang ada sangatlah sedikit, sehingga agak kurang leluasa dalam mengajukan pertanya-pertanyaan yang belum terungkapkan. Selain itu usia narasumber yang sudah lanjut usia mennyebabkan kegiatan wawancara yang dilakukan kurang cepat/agak lambat mengingat beliau sudah tua dan fisiknya tidak sekuat dahulu. Dalam praktek wawancara, narasumber menggunakan bahasa Jawa dan hal ini sangat memudahkan penulis karena keseharian penulis juga menggunankan bahasa tersebut sehingga penjelasan dari informan dapat diterima dan dipahami dengan baik.
c.       Metode dokumentasi
Dokumentasi berkaitan dengan suatu kegiatan khusus berupa pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebarluasan suatu informasi.Dokumentasi adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan foto dan penyimpanan foto. Pengumpulan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dalam bidang pengetahuan.kumpulan bahan atau dokumen yang dapat digunakan sebagai asas bagi sesuatu kejadian, penghasilan sesuatu terbitan
Bentuk dokumentasi yang akan penulis pilih ialah berbentuk audio dan visual yaitu berupa video dan foto yang penulis ambil dalam proses pengumpulan data. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa penulis telah melakukan pencarian sumber-sumber penelitian di masyarakat Benculuk.Selain hal wawancara, penulis juga mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan penelitian di internet untuk menambah sumber informasi.
1.8  ANALISIS DATA
Analisis data diartikan sebagai upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan penelitian.
Teknik analisis data dapat diartikan sebagai cara melaksanakan analisis terhadap data, dengan tujuan mengolah data tersebut menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat datanya dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian atau menarik kesimpulan tentang berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian.
Dalam objek penelitian ini penulis menggunakan Teknik analisis data penelitian secara deskriptif dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul. Penulis menguraikan tentang makna yang terkandung dalam bobot angka perjodohan dengan menggunakan perhitungan neptu, kemudian penulis menyesuaikan  dengan konsep-konsep teori yang telah ada untuk mengalisa bab-bab yang berkaitan erat dengan penelitian ini
Setelah meninggalkan lokasi penelitian, penulis melanjutkan pada tahap penganalisaan data. Data yang berbentuk video sangat memudahkan penulis dalam menguraikan informasi dalam bentuk teks.
Berdasarkan data yang diolah dari sumber informasi yang di dapat, penulis menjabarkannya dalam bentuk kalimat kemudian menguraikan dan menafsirkannya untuk mempermudah pembaca maupun pendengar dalam memahami isi serta mempermudah untuk menarik kesimpulan dalam penelitian ini



















BAB III
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

1.9  KEADAAN UMUM
Desa Benculuk merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Topografi ketinggian desa ini adalah berupa dataran rendah, dengan ketinggian  73 meter di atas permukaan air laut. Berdasarkan keadaan geografis desa, curah hujan rata-rata mencapai 11,25 mm dengan suhu rata-rata 32° - 37 °C.
Berdasarkan data administrasi pemerintahan Desa Benculuk, Desa Benculuk memiliki luas wilayah 1.051 hektar. Desa Benculuk terdiri atas lima dusun, yaitu Dusun Krajan, Dusun Purwosari, Dusun Kebonsari, Dusun Pancursari dan Dusun Rejosari. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian dalam pertanian, utamanya perkebunan dan petani ladang atau tegalan.
Jarak tempuh Desa Benculuk ke ibu kota Kecamatan Cluring yaitu sekitar 2 kilometer. Sedang jarak ke ibu kota Kabupaten Banyuwangi adalah sekitar 32 kilometer.
Secara adminstratif, Desa Benculuk dibatasi oleh wilayah desa-desa tetangga.Di sebelah utara berbatasan dengan Desa Sraten.Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Cluring dan Desa Tamanagung. Di sisi selatan berbatasan denganDesa Tampo dan Desa Kaliploso, sedangkan di sisi timur berbatasan dengan Desa Tapanrejo, Kecamatan Muncar.

1.10                      LETAK DAN KEADAAN GEOGRAFIS
 Secara Geografis Desa Benculuk terletak di bagian selatan Kabupaten Banyuwangi dengan jarak tempuh sekitar 30 km dari Pusat Kota Kabupaten, berupa dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 73 dpl, suhu berkisar antara 32 C – 37 C. Luas wilayah 1.051 Ha atau 17,50 km2 dengan rincian :

-        Sawah                   :  731 ha        = 69,55 %
-        Tegal/ ladang         : 114 ha         = 10,84 %
-        Pemukiman           :  190,99 ha  =  18,17 %
-        Lain-lain                :  15 ha         =    1,44 % 


1.10.1    BATAS-BATAS WILAYAH
Batas – batas wilayah Desa Benculuk yaitu :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tapansari Kecamatan Sraten
b. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Taman Agung Kecamatan Cluring
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cluring Kecamatan Purwoharjo
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tampo Kecamatan Cluring
Terdiri dari 5 Dusun yaitu : Dusun Krajan, Purwosari, Kebonsari, Pancursari dan Rejosari dan di bantu 98 RT (Rukun Tetangga), 20 RW (Rukun Warga)


1.10.2    KEADAAN ALAM
Luas wilayah 1.051 Ha atau 17,50 km2 dengan rincian :

-        Sawah                   :  731 ha        = 69,55 %
-        Tegal/ ladang         : 114 ha         = 10,84 %
-        Pemukiman           :  190,99 ha  =  18,17 %
-        Lain-lain                :  15 ha         =    1,44 % 

1.10.3    KEADAAN PENDUDUK
Penduduk desa Benculuk mayoritas Warga Negara Indonesia campuran antara masyarakat Jawa dan masyarakat Using

1.10.4    MATA PENCARIAN
Mata pencarian di daerah Benculuk sangat bervariatif.Masyarakat disana bekerja di sawah dan tegal.Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dalam pertanian, utamanya perkebunan dan petani ladang atau tegalan.
1.10.5    MOBILITAS PENDUDUK
Mobilitas penduduk adalah gerak atau perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain atau dari suatu daerah ke daerah lain dalam jangka waktu tertentu.

1.10.6    AGAMA DAN PENDIDIKAN
Mayoritas  kepercayaan disana adalah menganut agama Islam. Pendidikan disana juga cukup maju mulai taraf paud, SD, SMP, SMA, SMK, UNIVERSITAS UBI.

1.10.7    ADAT ISTIADAT
Adat dan budaya masyarakat di Benculuk masuk dalam kebudayaan Banyuwangi (orang usingan) dan  adat Jawa
















BAB IV
PEMBAHASAN

1.      Definisi dan sejarah adanya perhitungan neptu
Menurut data informan dari seorang ahli perhitungan jodoh di wilayah Benculuk yang bernama Mbah Mukari (108 tahun) mengungkapkan bahwa neptu adalah kelahiran. Neptu adalah kelahiran seperti pahing 9, kliwon 8, wage 4, pon 7, legi 5, minggu 5, senin 4, selasa 3, rabu 7,  jumat 8,  sabtu 9. Asal mula perhitungan neptu tersebut yang  di percayai masyarakat Jawa ternyata berawal dari orang Jawa kuno ketika masih adanya kerajaan-kerajaan  dan masyarakat jaman dahulu  hanya mempunyai ratu atau raja sebagai pimpinan mereka, bukan seorang presiden seperti sekarang ini.
Penulis                        : Istilah Neton niku napa mbah…??
Informan         :yo umpane ki lahirmu kamis wage
Penulis                        : kulo senin wage mbah
Informan         :senen telu wage papat
Penulis                        :oh enggeh mbah. Maksud neton niku napa mbah ??
Informan         : Kelairan. Rungokno..! pahing songo, kliwon wolu, wage papat, pon pitu, legi limo. Terus lek minggu iku limo, senin papat, selasa telu, rabu pitu,  jumat wolu,  sabtu songo.
Penulis                        :Asal itung-itungan neton niku dugi pundi mbah?
Informan         :Yo wong kuno
Penulis                        :Jawi kuno enggeh mbah?? Jadi jaman-jaman kerajaan pun enten enggeh??
Informan         :Uwis… jaman biyen ki ra enek presiden. Enenge ratu.
Penulis                        :Kalih raja mbah?
Informan         :He’e




2.      Makna dari perhitungan jodoh dengan neptu bagi masyarakat Jawa
Makna yang terkandung dari perhitungan neptu bagi masyarakat jawa adalah utuk menjadi tolak ukur mencari rejeki, sifat, dan jodoh seseorang.Apabila jumlah neptunya kecil dianggap kecil juga rejekinya.Neptu selalu berhungan dengan rejeki, sifat, dan jodoh.Sebagai contoh Mbah Mukari mengambil contoh perhitungan antara beliau dengan istrinya mbah Katemi, mbah Mukari lahir pada sabtu pahing dan istrinya akad pahing (minggu pahing). Sabtu  pahing jumlahnya 18 dan minggu pahing jumlahnya 14 jika kedunya di jumlahkan hasilnya 32. Jumlah neptu dari kedua pihak apabila melampaui 30 lebih maka disebut patemon ratu. Patemon ratu maksudnya wanita harus melayani pria. patemon ratu, laki-laki pantang di dapur dan tidurnya harus di tempat tidur yang terbuat dari kayu jati karena dilambangkan ratu
Penulis                        :terus makna neton buat masyarakat Jawa sendiri itu bagaimana mbah? Mengenai rejeki, jodohnya apa tergantung pada neton mbah?
Informan         :iyoo
Penulis                        : misale netone alit enggeh alit ?
Informan         :iyo
Penulis                        :neton niku napa enten hubungane kalih sifat, rejeki, jodoh seseorang mbah?
Informan         :iyo iyo... hubungane jodo yo rejeki.
Penulis                        :contohe mbah? Misale neton napa ngonten mbah
Informan         :yo umpamane aku ki setu pahing, mbahmu wedok ki akad pahing, setu pahing ki wolu las, songo karo songo wolu las. Akad pahing ki limo karo songo piro
Penulis                        :14
Informan         :lha terus di jumlah
Penulis                        :dijumlah wolu las kalih pat belas berarti tiga puluh dua
Informan         :iku jenenge patemon ratu
Penulis                        :maksudte patemon ratu niku napa mbah?
Informan         :patemon ratu iku yo wong wedok ki kudu ngladeni sing lanang ngono... patemon ratu ki ra kenek nang pawon. Lha lak turu ki ambene kudu teko kayu jati.
Penulis                        :lha napa’a mbah mboten damel kayu biasa mawon ?
Informan         :gak oleh
3.      Cara menghitung neptu dari calon kedua mempelai yang akan menikah
Cara menghitung perjodohan yaitu dengan mengucapkan “bojo, jodoh, jen”  sampai hitungan jumlah kedua pihak. Misalnya diambil dari hitungan Mbah Mukari dan Mbah Katemi yang  jumlahnya 32 berhenti pada hitungan  “jodoh” atau biasa disebut tibo jodo. Dalam perhitungan istilah bojo (tibo bojo) artinya hanya sekedar nikah nikahan saja yang tidak mempunyai cinta layaknya seorang pelacur, jika jodoh(tibo jodo) bisa di jodohkan yang artinya kedua pihak sudah cocok, jika jen artinya pernikahan pasti  akan berakhir seperti pisah mati (meninggal) dan pisah hidup (cerai).

Informan         :Lhah itungane jodo, bojo, jen, bojo, jodo, jen (menghitung dengan jari tangan sampai hitungan yang 32) jen..bojo... jodoh.. nah..
Penulis                        :ooh ngonten niku ngitunge mbah.. pertamane niku napa jen riyen?
Informan         :bojooo
Penulis                        :bojo niku napa mbah?
Informan         :bojo ki bojo-bojoan
Penulis                        :mboten tenanan mbah?
Informan         :podo karo (maaf) senuk kae lo.. ora due tresno
Penulis                        :bojo, jodo, jen. Jen niku napa mbah?
Informan         :lak gak pegat mati yo pegat urip
Penulis                        :dados pegatan mawon?
Informan         :ho’o

4.      Patokan dalam perhitungan jodoh
Patokan atau tolak ukur dalam perhitungan jodoh terlebih dahulu harus mengetahui dahulu kelahirannya laki-laki dan perempuan lalu keduanya di jumlahkan kemudian di hitung dengan mengucapkan “bojo, jodoh, jen”  sampai hitungan hasilpenjumlahan kedua pihak. Jika hitungannya tidak bagus maka mencari makan sulit dan sering bercerai. Dalam segi kesulitan mencari makan tidak dapat ditolak balak dengan selamatan karena memang sudah bawaan dari jodoh.

Penulis                        :terus patokane ngitung jodoh damel neton niku napa mbah?
Informan         :yo jumlahe kudu ngerti jumlahe wong lanang iku lahire opo, wedoke  opo. Engko ditempukne dadi siji.
Penulis                        :di jumlah enggeh. Terus?
Informan         :terus diitungi koyo ngono mau
Penulis                        :terus lak itungane mboten sae niku dos pundi mbah?
Informan         :yo sidamu golek pangan yo angel yo pegatan
Penulis                        :masalahe yen golek pangan angel napa mboten saged di tangkis kados slametan?
Informan         : gak iso. iku wes gawanan soko jodone


5.      Bagaimana kepercayaan masyarakat Jawa apabila menikah tanpa perhitungan neptu (akibat yang ditimbulkan)
Orang jawa  mempercayai apabila menikah tanpa menggunakan perhitungan neptu akan membawa kesengsaraan seperti mencari makan sulit dan kebutuhan tidak tercukupi. Dan kepercayaan yang di pegang informan, Mbah mukari dalam sepanjang sejarah hidupnya belum pernah beribadah ke masjid namun kepercayaan yang beliau lakukan hanyalah bertapa kepada Gusti Kang Maha Suci (Tuhan Yang Maha Suci).Mbah mukari sering menyebut Gusti Kang Maha Suci bukan Gusti Allah. Gusti yang berarti bagus di hati, suci artinya bersih dan  maha itu artinya yang lebih tingggi.

Penulis                        :misalnya enggeh mbah enten tiyang jawi ajeng nikah tapi mboten itung-itungan neton niku dos pundi mbah?
Informan         :yo sidamu soro
Penulis                        :sorone kados napa mawon mbah?
Informan         :yo soro golek pangan angel. Ora iso cukup.
Penulis                        :trus napa malih?
Informan         :yo ngono iku. Lek enek peritungane kan penak.
Penulis                        :oh ngoten.
Informan         :aku iki sak lawase urip ora tau nang langgar, ora tau nang mesjid. Aku isaku mung semedi ing wayah bengi nyembah marang Gusti.
Penulis                        :Gusti Allah enggeh mbah?
Informan         :aku lak ngarani Gusti kang Maha Suci. Gusti ki bagus ning ati, suci ki resik, maha ki sing luwih duwur. Ngono lo..
Penulis                        :berarti menyingpang napa mboten mbah perhitugan niki?
Informan         :gak.


6.      Makna  setiap bobot angka hasil dari penjumlahan neptu calon pengantin

Menurut Mbah Mukari perhitungan neptu dalam kepercayaannya tidaklah menyimpang dari ajaran agama. tata cara setiap orang dalam menghitung neptu menurut Mbah Mukari hanya dengan satu cara diatas karena tidak ada cara yang lainnya. Penjelasan selanjutnya mengenai bobot angka perjodohan, beliau menjelaskan bahwa hasil penjumlahan neptu antara laki-laki dan perempuan mempunyai makna dan arti sendiri-sendiri.
Penulis                        :mbah cara perhitungan neton setiap orang napa berbeda. Napa memang caranya seperti itu? Napa enten malih sing liyane?
Informan         : ogak enek.
Penulis                        :ya setunggal niku enggah?
Informan         :he’e. Saiki umpane kowe duwe jodo selawe yo pastine mati salah sitok
Penulis                        :ooh.. niku laki-laki sama perempuan di jumlah jadi satu jumlahe selawe mboten saged enggeh mbah?
Informan         :ho’o
Penulis                        :lek misale jumlahe kirang dari dua puluh niku napa rejekine kirang?
Informan         :yo ngene datar
Penulis                        :ooh alit mbah. Haruse tiga puluh keatas enggeh mbah? kan kadang jarang mbah jumlah tiga puluh keatas tergantung orangnya.
Informan         : wong lanang wedok lak  jumlahe rong puluh ae sorone eram golek pangan.
Penulis                        :yen 34  (30<) niku dos pundi mbah?
Informan         :patemon ratu iku. Tapi sirikane yo iku wong lanang iki ra oleh nang pawon koyo adan, njangan... tapi saiki yo wes umum. Angger wong lanang yo olah-olah.
Penulis                        :lak 29 niku mbah? Kan mendekati 30
Informan         :penak we. Apik.
Penulis                        :lak pun itung-itung neton napa malih yang di hitung sebelum pernikahan?
Informan         :yo gak enek. Yo wis iku patokane
Beliau memaparkan lagi mengenai bobot angka perjodohan, beliau menjelaskan bahwa hasil penjumlahan neptu antara laki-laki dan perempuan jika :
Ø  30<disebut patemon ratu yang berarti baik. Tapi laki-laki pantang melakukan perkerjaan di dapur seperti memasak, mengolah makanan, dan lain- lain. Tidur di tempat tidur yang terbuat dari kayu jati.
Ø  Khusus25 tidak dapat dijodohkan karena pasti ada meninggal salah satu diantara mereka.
Ø  <20 maka dalam mencari makan akan datar-datar saja tidak ada peningkatan. Angka 20 sudah terlalu sengsara dalam mencari rejeki.
Ø  Angka-angka yang hampir mendekati 30 itu termasuk sudah bagus
Ø  Angka 27 adalah angka terbaik dari semua angka. Tidak ada yang bisa mengalahkan dan Kehidupan pernikahan akan mendapat kemudahan.

7.      Pandangan masyarakat Benculuk mengenai penting dan tidaknya perhitungan neptu
Perhitungan neptu sangat diperlukan ketika akan dilaksanakannya pernikahan. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai jalan hidup yang bagus.Selain perhitungan tersebut, penetuan hari pernikahan juga turut di perhitungkan. Hari pernikahan harus dicarikan hari tibo jodo dengan maksud calon pengantin dapat di jodohkan.Setelah menghitung jumlah hari pasaran dari kedua calon pengantin. Selanjutnya dihitung dengan mengurutkan “bojo, jodoh, jen”. Misalnya ketika hasilnya sudah ditemukan dan jatuh pada hitungan tibo bojo maka perlu mencari hari tibo jodo untuk hari pernikahan calon pengantin.Cara menemuakan hari tersebut yaitu dengan mencari hari yang jumlah pasarannya jatuh pada hitungan tibo jodo. Misalnya hari senin wage yang hitungannya jatuh pada tibo bojo. Maka calon pengantin harus dinikahkan pada hari tersebut.Adapun Tempat jodoh ada 5 yaitu:
1.      Wage         = utara
2.      Kliwon = tengah
3.      Legi          =  timur
4.      Pahing      = selatan
5.      Pon           = barat
Menurut pemaparan mbah Mukari, perhitungan neptu untuk hal perjodohan bagi masyarakat Benculuk sendiri tidak di wajibkan, tergantung keinginan mereka saja. Apabila yang sudah percaya tetapi tidak melakukan,mereka akan sengsara, kalau di laksanakan akan mendapat kemudahan. Mbah Mukari menegaskan bahwa manusia harus mempunyai perhitungan jika tidak mereka sama saja seperti kambing.


v  Berikut hasil wawancara dalam bentuk narasi:
Neptu adalah kelahiran seperti pahing 9, kliwon 8, wage 4, pon 7, legi 5, minggu 5, senin 4, selasa 3, rabu 7,  jumat 8,  sabtu 9. Asal mula perhitungan neptu berawal dari orang jawa kuno ketika masih adanya kerajaan-kerajaan.Masyarakat dahulu tidak mempunyai presiden, yang ada hanyalah ratu dan raja.
Makna yang terkandung dari perhitungan neptu bagi masyarakat jawa adalah utuk menjadi tolak ukur mencari rejeki, sifat, dan jodoh seseorang.Apabila jumlah neptunya kecil dianggap kecil juga rejekinya.Neptu selalu berhungan dengan rejeki, sifat, dan jodoh.Sebagai contoh Mbah Mukari mengambil contoh perhitungan antara beliau dengan istrinya mbah Katemi, mbah Mukari lahir pada sabtu pahing dan istrinya akad pahing (minggu pahing).Sabtu  pahing jumlahnya 18 dan minggu pahing jumlahnya 14 jika kedunya di jumlahkan hasilnya 32. Jumlah neptu dari kedua pihak apabila melampaui 30 lebih maka disebut patemon ratu.Patemon ratu maksudnya wanita harus melayani pria, patemon ratu laki-laki pantang di dapur dan tidurnya harus di tempat tidur yang terbuat dari kayu jati karena dilambangkan ratu.
Cara menghitung perjodohan yaitu dengan mengucapkan “bojo, jodoh, jen”  sampai hitungan jumlah kedua pihak. Hitungan dari Mbah Mukari dan Mbah Katemi yang  jumlahnya 32 berhenti pada hitungan  “jodoh” atau biasa disebut tibo jodo. Dalam perhitungan istilah bojo (tibo bojo) artinya hanya sekedar nikah-nikahan saja yang tidak mempunyai cinta layaknya seorang pelacur, jika jodoh(tibo jodo) bisa di jodohkan yang artinya kedua pihak sudah cocok, jika jen artinya pernikahan pasti  akan berakhir seperti pisah mati (meninggal) dan pisah hidup (cerai).
Patokan dalam perhitungan jodoh terlebih dahulu harus mengetahui dahulukelahiran laki-laki dan perempuan lalu keduanya di jumlahkan kemudian di hitung dengan mengucapkan “bojo, jodoh, jen”  sampai hitungan hasilpenjumlahan kedua pihak. Jika hitungannya tidak bagus maka mencari makan sulit dan sering bercerai.Dalam hal kesulitan mencari makan tidak dapat ditolak balak dengan selamatan karena memang sudah bawaan dari jodoh.
Orang jawa  mempercayai apabila menikah tanpa menggunakan perhitungan neptu akan membawa kesengsaraan seperti mencari makan sulit dan kebutuhan tidak tercukupi. Mbah mukari dalam sepanjang sejarah hidupnya belum pernah beribadah ke masjid namun kepercayaan yang beliau lakukan hanyalah bertapa kepada Gusti Kang Maha Suci (Tuhan Yang Maha Suci).Mbah mukari sering menyebut Gusti Kang Maha Suci bukan Gusti Allah. Gusti yang berarti bagus di hati, suci artinya bersih dan  maha itu artinya yang lebih tingggi.
Menurut Mbah Mukari perhitungan neptu dalam kepercayaannya tidaklah menyimpang dari ajaran agama. tata cara setiap orang dalam menghitung neptu menurut Mbah Mukari hanya dengan satu cara diatas karena tidak ada cara yang lainnya. Penjelasan selanjutnya mengenai bobot angka perjodohan, beliau menjelaskan bahwa hasil penjumlahan neptu antara laki-laki dan perempuan jika :
·         30<disebut patemon ratu yang berarti baik. Tapi laki-laki pantang melakukan perkerjaan di dapur seperti memasak, mengolah makanan, dan lain- lain. Tidur di tempat tidur yang terbuat dari kayu jati.
·         Khusus25 tidak dapat dijodohkan karena pasti ada meninggal salah satu diantara mereka.
·         <20 maka dalam mencari makan akan datar-datar saja tidak ada peningkatan. Angka 20 sudah terlalu sengsara dalam mencari rejeki.
·         Angka-angka yang hampir mendekati 30 itu termasuk sudah bagus
·         Angka 27 adalah angka terbaik dari semua angka. Tidak ada yang bisa mengalahkan dan Kehidupan pernikahan akan mendapat kemudahan.
Perhitungan neptu sangat diperlukan ketika akan dilaksanakannya pernikahan. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai jalan hidup yang bagus.Selain perhitungan tersebut, penetuan hari pernikahan juga turut di perhitungkan.Hari pernikahan harus dicarikan hari tibo jodo dengan maksud calon pengantin dapat di jodohkan.Setelah menghitung jumlah hari pasaran dari kedua calon pengantin. Selanjutnya dihitung dengan mengurutkan “bojo, jodoh, jen”. Misalnya ketika hasilnya sudah ditemukan dan jatuh pada hitungan tibo bojo maka perlu mencari hari tibo jodo untuk hari pernikahan calon pengantin.Cara menemukan hari tersebut yaitu dengan mencari hari yang jumlah pasarannya jatuh pada hitungan tibo jodo. Misalnya hari senin wage yang hitungannya jatuh pada tibo bojo. Maka calon pengantin harus dinikahkan pada hari tersebut. Adapun Tempat jodoh ada 5 yaitu:
·         Wage    = utara
·         Kliwon= tengah
·         Legi     =  timur
·         Pahing = selatan
·         Pon      = barat
Menurut pemaparan mbah Mukari, perhitungan neptu untuk hal perjodohan bagi masyarakat Benculuk sendiri tidak di wajibkan, tergantung keinginan mereka saja. Apabila yang sudah percaya tetapi tidak melakukan akan sengsara, kalau di laksanakan akan mendapat kemudahan. Mbah Mukari menegaskan bahwa manusia harus mempunyai perhitungan jika tidak mereka sama saja seperti kambing.



BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN

Masyarakat desa yang pada umumnya masih menjaga tradisi yang ada dimasyarakatnya  masih menggunakan perhitungannya jawa dalam sendi-sendi kehidupannya. Misalnya saja dalam melakukan hajat perkawinan, mendirikan rumah, bepergian, perjodohan, mencari pekerjaan/rejeki, menetukan sifat manusia dan lain sebagainya
Didesa Benculuk tradisi tersebut masih dilakukan bagi orang-orang yang mempercayainya. perhitungan Jawa tersebut dalam berbagai kegiatan utamanya dalam kegiatan perkawinan. Pada awalnya mencari kecocokan calon pengantin dengan menggunakan perhitungan neptu (perhitungan jumlah hari dan pasaran) dari kedua calon pengantin, kemudian mencari hari baik untuk pelaksanaan perkawinan tersebut.Apabila perhitungan jodoh dari kedua calon pengantin tidak cocok maka perkawinan tersebut terancam gagal.
Neptu adalah kelahiran seperti pahing 9, kliwon 8, wage 4, pon 7, legi 5, minggu 5, senin 4, selasa 3, rabu 7,  jumat 8,  sabtu 9. Neptu berasal dari orang jawa kuno jaman kerajaan dahulu kala. Makna yang terkandung dari perhitungan neptu bagi masyarakat jawa adalah utuk menjadi tolak ukur mencari rejeki, sifat, dan jodoh seseorang.
Cara menghitung perjodohan yaitu dengan mengucapkan “bojo, jodoh, jen”  sampai hitungan jumlah kedua pihak. Dalam perhitungan istilah bojo (tibo bojo) artinya hanya sekedar nikah nikahan saja yang tidak mempunyai cinta, jika jodoh(tibo jodo) bisa di jodohkan yang artinya kedua pihak sudah cocok, jika jen artinya pernikahan pasti  akan berakhir seperti pisah mati (meninggal) dan pisah hidup (cerai).
Patokan atau tolak ukur dalam perhitungan jodoh terlebih dahulu harus mengetahui dahulu kelahirannya laki-laki dan perempuan lalu keduanya di jumlahkan kemudian di hitung dengan mengucapkan “bojo, jodoh, jen”  sampai hitungan hasil penjumlahan kedua pihak.
Orang jawa  mempercayai apabila menikah tanpa menggunakan perhitungan neptu akan membawa kesengsaraan seperti mencari makan sulit dan kebutuhan tidak tercukupi. Menurut Mbah Mukari perhitungan neptu dalam kepercayaannya tidaklah menyimpang dari ajaran agama.
 beliau menjelaskan bahwa  makna hasil penjumlahan neptu antara laki-laki dan perempuan jika :
1.      30<disebut patemon ratu yang berarti baik. Tapi laki-laki pantang melakukan perkerjaan di dapur seperti memasak, mengolah makanan, dan lain- lain. Tidur di tempat tidur yang terbuat dari kayu jati.
2.      Khusus25 tidak dapat dijodohkan karena pasti ada meninggal salah satu diantara mereka.
3.      <20 maka dalam mencari makan akan datar-datar saja tidak ada peningkatan. Angka 20 sudah terlalu sengsara dalam mencari rejeki.
4.      Angka-angka yang hampir mendekati 30 itu termasuk sudah bagus
5.      Angka 27 adalah angka terbaik dari semua angka. Tidak ada yang bisa mengalahkan dan Kehidupan pernikahan akan mendapat kemudahan.

Dalam perhitungan neptu untuk hal perjodohan bagi masyarakat Benculuk sendiri tidak di wajibkan, tergantung keinginan mereka saja. Apabila yang sudah percaya tetapi tidak melakukan,mereka akan sengsara, kalau dilaksanakan akan mendapat kemudahan. Karena setiap manusia hidup haruslah mempunyai perhitungan dalam menjalani hidup ini.




LAMPIRAN DOKUMENTASI PENELITIAN


Pelaksanaan     : Sabtu, 20 September 2014
Tempat            : di rumah Mbah Mukari desa Benculuk, kec. Cluring, kab. Banyuwangi, Jawa Timur
Pukul               : 18.00 WIB – selesai

Data informan :
Nama                 : Mukari
Jenis kelamin     : laki-laki
Usia                   : 108 tahun
Alamat               : Benculuk
Agam                 : Islam
Pekerjaan           : sudah tidak bekerja
Pengalaman       : pemain ketoprak, ludruk, jaranan, pecinta wayang kulit, pegawai perhutani, membantu masyarakat dalam pelaksaan prosesi pernikahan adat Jawa
 

1 komentar:

  1. Hi brides & grooms to be, lagi cari gedung utk acara pernikahan di Kota Bandung? Gedung HIS Balai Sartika Convention Hall bisa jadi pilihan kamu loh karena sekarang udh full carpet & lampu chandelier. Selain itu HIS Balai Sartika Convention Hall juga menyediakan paket pernikahan yang fleksibel dan pilihan vendornya ada banyak banget, bisa pilih sesuai keinginan kamu. Ohya, sekarang lagi ada promo menarik juga loh yaitu PILIH BONUS SESUKAMU atau CASHBACK! Untuk informasi lengkapnya, hubungin aja Tresna (+6281312214233).

    BalasHapus