MAKNA
DIBALIK BOBOT ANGKA PERJODOHAN DENGAN PERHITUNGAN NEPTU MENURUT PENANGGALAN
JAWA
(Suatu Studi Kebudayaan Masyarakat Jawa di Benculuk Kabupaten Banyuwangi)
diajukan guna memenuhi tugas
akhir semester
mata kuliah Metode Penelitian Kualitatif
Oleh
Merry Trifena Sari
130110201055
JURUSAN
SASTRA
INDONESIA
FAKULTAS
SASTRA
UNVERSITAS
JEMBER
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia adalah suatu negara
yang kaya akan budaya. Di dukung dengan negara yang berbentuk kepulauan,
Indonesia kini telah menghasilkan keaneragaman budaya dan adat istiadat yang
bermacam-macam dan memiliki keunikan yang menonjol. Disamping itu dari setiap
wilayah di Indonesia mempunyai keistimewaan budaya tersendiri. Pada kali ini saya
mengangkat sebuah peristiwa penting yang sering dilakukan orang Jawa sebelum
menikah. Orang Jawa menganggap pernikahan
bukanlah sebagai ajang formalitas saja dalam menjalin hubungan rumah
tangga namun pernikahan adalah hal yang sangat disakralkan saat kegiatan
tersebut dilaksanakan. Banyak rangkaian peristiwa yang harus dilakukan
menjelang atau sedang berlangsungnya pernikahan.Salah satu rangkaian yang tetap
ada dan masih dilestarikan oleh masyarakat di daerah Jawa adalah perhitungan
Neptu (dalam bahasa Jawa disebut neton) menjelang pernikahan.
Beberapa masyarakat Jawa
(terutama masyarakat Benculuk) mengakui bahwa perhitungan neptu sebelum
pernikahan sangat perlu untuk dilakukan supaya dari kedua belah pihak
mengetahui apakah mereka jodoh yang cocok atau tidak, untuk mengetahui pula
bagaimana sifat/karakter, rejeki, calon mempelai yang akan dinikahi. Perhitungan
neptu dalam masyarakat Jawa sudah ada sejak jaman-jaman kerajaan dimana
kerajaan itu di pimpin oleh seorang raja/ratu dan perkembangan perhitungan
neptu tersebut masih ada sampai saat ini
Neptu biasanya
digunakan oleh masyarakat asli Jawa yang mempercayai hal tersebut
misalnya saja untuk mengetahui karakter/sifat, rejeki, jodoh namun hanya
sebagian kecil saja mereka yang dapat memahaminya. Seiring dengan kemajuan
IPTEKS, generasi saat ini malah lebih mengidolakan budaya di luar negeri bahkan
kebanyakan anak muda sekarang menginginkan budaya luar masuk secara bebas di
negara Indonesia. Padahal tanah air kita meiliki banyak kebudayaan yang perlu di lestarikan. Semakin
bertambahnya jaman terlihat semakin pudar pula kebudayaanasli Indonesia di mata masyarakat. Hanya tinggal beberapa orang saja yang masih tersentuh dan percaya
adanya kebudayaan tersebut. Mereka
menganggap apabila melangggar atau tidak melaksanakan adat orang Jawa maka akan
mendapat petaka, sial, dan malu
Minimnya sumber daya manusia dari
bidang adat dan budaya (budayawan)menyebabkan kurangnya pengetahuan seperti
halnya perhitungan neptu di kalangan masyarakat luas.Banyak pula kejadian orang
tua yang menikahkan anak-anaknya tanpa perhitungan neptu alhasil rumah tangga
mereka tidak harmonis, sering bertengkar, banyak ditemui malapetaka.Oleh karena
itu, saya mengangkat permasalahan mengenai perhitungan neptu dalam masyarakat
Jawa (Benculuk- Banyuwangi) untuk memberikan suatu penegertian makna yang
terkandung dalam wilayah tersebut. Dengan beberapa ulasan saya akan memaparkan
sekilas uraian perhitungan neptu dalam masyarakat Jawa. Diharapkan masyarakat
setempat, khususnya masyarakat Jawa tidak hanya sekedar tahu sekilas dan
mendengar saja, melainkan sebagai generasi penerus bangsa kita harus menyadari
betapa uniknya budaya yang dahulu diciptakan leluhur kita.Masyarakat era
sekarang harus dapat berfikir lebih kritis, aktif dan positif. Jika neptu
biasanya digunakan orang Jawa maka kita wajib saling menjaga dan melestarikan
keanekaragaman itu serta memahami isi dan
makna dari kebudayaan tersebut.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Ada beberapa hal yang
akan di ulas tentang
1.
Definisi dan sejarah adanya
perhitungan neptu
2.
Makna dari perhitungan jodoh
dengan neptu bagi masyarakat Jawa
3.
Cara menghitung neptu dari calon
kedua mempelai yang akan menikah
4.
Patokan dalam perhitungan jodoh
5.
Bagaimana kepercayaan masyarakat
Jawa apabila menikah tanpa perhitungan neptu (akibat yang ditimbulkan)
6.
Makna setiap bobot angka hasil dari penjumlahan
neptu calon pengantin
7.
Pandangan masyarakat Benculuk
mengenai penting dan tidaknya perhitungan neptu
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT
Adapun tujuan dari karya tulis ini
adalah untuk membuka wawasan mengenai
budaya dan adat orang Jawa dalam
segi perhitungan jodoh dengan menggunakan neptu. Neptu di pandang sebagai tolak ukur masa depan yang telah
digariskan melalui bobot angka menurut penanggalan Jawa.
Manfaat yang dapat kita petik adalah
pengetahuan secara terinci yang dapat kita ketahui melalui penelitian
kualitatif tentang seluk beluk perhitungan-perhitungan dalam penanggalan Jawa
1.4 TINJAUAN PUSTAKA
Dalam melaksanakan penelitian ilmiah pada dasarnya perlu adanya tinjauan
pustaka. Suatu tinjauan pustaka berf ungsi sebagai
peninjauan kembali (review) pustaka tentang masalah atau penelitian yang akan
di telusuri. Kegunaan lainnya yaitu tinjauan pustaka dapat digunakan untuk
mengkaji sejarah permasalahan,membantu pemilihan prosedur penelitian,mengalami
landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan, mengkaji kelebihan dan
kekurangan suatu hasil penelitian terlebih dahulu, menghindari duplikasi
penelitian dan dapat digunakan sebagai penunjang perumusan masalah. Adapun
tinjauanya:
1.4.1
TINJAUAN HASIL
PENELITIAN SEBELUMNYA
Penelitian yang
pernah dilakukan sebelumnya telah diteliti oleh Nila
Robiatun Nur dengan judul penelitian “POLA
KEYAKINAN MASYARAKAT TERHADAP PERHITUNGAN JAWA DALAM KEGIATAN PERKAWINAN DI
DESA SAMIR KECAMATAN NGUNUT KABUPATEN TULUNGAGUNG” dari Universitas Negeri
Malang, Fakultas Ilmu Sosial jurusan
Hukum dan Kewarganegaraan pada September 2010
Yang
mengungkapkan bahwa :
1. Dasar
keyakinan masyarakat desa Samir menggunakan perhitungan Jawa dalam kegiatan
perkawinan adalah sebagai berikut: (1) Alasan incest (larangan kawin); (2)
Alasan Tidak Melangggar Ajaran Agama; (3) Alasan Kekurang Sempurnaan Kegiatan
Perkawinan; (4) Alasan panggilan adat; (5) Alasan Kewajiban dan Pertimbangan
Neptu; (6) Alasan Keselamatan; (7) Alasan Peristiwa yang Pernah Terjadi; (8)
Alasan Sekedar Mengikuti; (9) Alasan Pelestarian ke Generasi; (10) Alasan
Kecermatan Bertindak. Dari kesepuluh alasan tersebut alasan yang paling dominan
menjadi dasar keyakinan masyarakat desa Samir menggunakan perhitungan Jawa
dalam kegiatan perkawinan adalah alasan keselamatan. Jarang sekali bahkan bisa
dikatakan tidak ada warga masyarakat desa Samir yang tidak menggunakan perhitungan
Jawa dalam kegiatan perkawinan karena mereka takut akan bala/musibah yang akan
didapat, selain itu perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan sudah menjadi
adat yang mendarah daging pada masyarakat desa Samir.
2. Faktor-faktor
yang mempengaruhi keyakinan terhadap perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan
di masyarakat desa Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung antara lain
adalah: (1) Pengalaman Terdahulu; (2) Kepercayaan Kepada Tuhan YME; (3) Adat Istiadat yang
Berlaku di Masyarakat; (4) Ketaatan Kepada
Pemuka Masyarakat/Orang Tua. Dari keempat faktor tersebut faktor yang
paling dominan yang mendorong masyarakat untuk meyakini perhitungan Jawa dalam
kegiatan perkawinan adalah faktor pengalaman terdahulu. Mereka meyakini
perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan karena sudah banyak terbukti orang
yang melanggar/tidak menggunakan perhitungan Jawa banyak mendapat musibah.
3. Pihak-pihak
yang berkompeten dalam hal perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan di
masyarakat desa Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung ada dua pihak
yaitu dukun manten dan tokoh masyarakat. Di desa Samir ada dua orang yang
dikenal sebagai dukun manten orang tersebut adalah Mbah Marji dan Mbah Semo.
Mbah Marji dikenal lebih modern daripada Mbah Semo, Mbah Semo masih menggunakan
adat Jawa kental. Sedangkan tokoh masyarakat yang berkompeten diantaranya
adalah Bapak Parman. Meskipun beliau bukan berfrofesi sebagai dukun manten tapi
banyak warga yang meminta tolong untuk mencarikan hari baik untuk pelaksanaan
kegiatan perkawinan mereka.
4. Perhitungan
Jawa Dalam Kegiatan Perkawinan di Masayarakat Desa Samir Kecamatan Ngunut
Kabupaten Tulungagung meliputi: (1) Perhitungan Perjodohan, Perhitungan
perjodohan yang bagus apabila antara neptu laki-laki dan perempuan setelah dijumlah
menghasilkan angka 27. Perjodohan yang tidak baik apabila neptu laki-laki dan perempuan apabila dijumlah
menghasilkan 24 atau 14, apalagi kalau neptu antara pria dan wanita sama-sama
12 ini malah tidak baik. Apabila jumlah neptu antara kedua calon pengantin
berjumlah 24 atau 14 jarang orang yang berani melanjutkan. Yang tidak baik juga
itu antara pasaran Wage dan Pahing disebut Geyeng
karena bisa kalah salah satu pihak.(2) Menentukan Hari yang baik dalam
pelaksanaan kegiatan perkawinan, Untuk menentukan hari yang tepat untuk
perkawinan itu dengan menjumlahkan neptu dari laki-laki dan perempuan, kemudian
mecarikan hari yang baik yang kemudian jumlah hari dan neptu keduanya dibagi
tiga-tiga yang bisa menyisakan angka 2 atau habis tidak baloh menyisakan 1.
Kalau bisa sisa 2 itu malah lebih bagus. Misalnya saja laki-laki lahir pada
hari Ahad Wage neptunya 9, perempuannya lahir pada hari Rabu Wage neptunya 11,
9+11=20. Kemudian mencarikan hari yang dua belasan yaitu Senin Kliwon=12.
9+11+12=32 dibagi tiga terus menyisakan dua hari itulah yang bisa digunakan. Wuku, bulan, tahun dan
windu juga harus diperhatikan (3)
Meramalkan Letak Rumah Kedua Calon Pengantin, Berikut ini arah rumah serta yang
tidak diperbolehkan untuk menikah di masyarakat desa Samir: Nyigar kupat
(beradu pojok), sunduk waton (berada dalam satu deret dua atau tiga rumah
tetangga dekat baik itu sebelah kanan atau kiri), segoro getih (ngangkah dalan
siji, menyeberang satu jalan) baik itu utara selatan atau timur barat, turun
telu (turun tiga, satu saudara buyut), pancer wali (tunggal bapak, anak saudara
laki-laki), mumah murep, masih saudara (saudara laki-laki dengan saudara
perempuan. Menurut adat yang berlaku masyarakat desa Samir tidak diperbolehkan
untuk menikah dengan orang-orang yang berada pada desa-desa tertentu, desa-desa
tersebut antara lain: Karangsono, Salakkembang, Selorejo, Desa yang huruf
awalnya berawal sama yaitu S misalnya saja dengan orang desa Sumberjo,
Sumberingin, Salakkembang, atau disebut dengan sautan desa. Ada beberapa warga yang gagal menikah dikarenakan
terhalang masalah larangan tersebut. Dan apabila ada warga yang harus
melaksanakan perkawinan dengan larangan-larangan tersebut maka kepadanya
berlaku beberapa aturan yang harus dilaksanakan. Perhitungan Jawa dalam kegiatan
perkawinan bisa berlainan antara di daerah satu dengan daerah lainnya.
1.4.2
TINJAUAN TEORI
a. Pengertian Kebudayaan Jawa
Kebudayaan
dalam arti sempit sering diartikan sebagai kesenian. Dalam arti luas,
kebudayaan setidaknya meliputi tujuh sistem yaitu: (1) sistem religi dan
upacara keagamaan, (2) sistem dan organisasi kemasyarakatan, (3) sistem
pengetahuan, (4) bahasa, (5) kesenian, (6) sistem mata pencaharian, dan (7)
sistem teknologi dan peralatan. Menurut Koentjaraningrat (1978: 11-12) yang
menunjukkan identitasnya suatu kebudayaan adalah unsur-unsur yang menonjol dari
kebudayaan itu.Jadi yang menjadi identitas kebudayaan Jawa adalah unsur yang
menonjol dari kebudayaan Jawa yaitu bahasa dan komunikasi, kesenian, dan
kesusastraan, keyakinan keagamaan, ritus, ilmu gaib, dan beberapa pranata dalam
organisasi sosial.
Berdasarkan
pengertian tentang kebudayaan seperti di atas, sifat khas suatu kebudayaan
hanya dapat dimanifestasikan dalam unsur-unsur terbatas terutama melalui
bahasa, kesenian, dan upacara. Berdasarkan pengertian tersebut maka untuk
mengidentifikasikan kebudayaan Jawa dapat ditilik dari bahasanya, keseniannya,
dan kesenian tradisionalnya maka kebudayaan Jawa menurut H. Karkono Kamajaya
Partokusumo (1986: 85) adalah pancaran atau pengeJawantahan budi manusia Jawa
yang merangkum kemampuan, cita-cita, ide maupun semangatnya dalam mencapai
kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan hidup lahir batin.
Kebudayaan
Jawa merupakan kebudayaan yang dianut oleh orang-orang Jawa. Kebudayaan Jawa
meliputi daerah yang luas yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur, sedangkan orang
Jawa yang tinggal di pulau lain merupakan sub variasi kebudayaan Jawa yang
berbeda karena mereka tetap mempertahankan kebudayaannya.
Selanjutnya
dikemukakan bahwa hanya ada satu unsur kebudayaan yang dapat menonjolkan sifat
khas dan mutu yang tinggi yaitu kesenian.Masyarakat Jawa juga mempunyai
kesenian yang bermacam-macan ragamnya dari berbagai daerah di Jawa yaitu seni musik,
seni tari, seni bangunan.Kesenian tersebut mempunyai ciri khas yang menunjukkan
identitas masyarakat Jawa yang membedakan dengan kesenian daerah lainnya.
Menurut
pandangan orang Jawa sendiri, kebudayaannya tidak merupakan satu kesatuan yang
homogen. Mereka sadar akan adanya suatu keanekaragaman yang sifatnya regional
sepanjang daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Keanekaragaman regional kebudayaan
Jawa ini sedikit banyak cocok dengan daerah-daerah logat bahasa Jawa dan tampak
juga dalam unsur-unsur seperti makanan, upacara-upacara rumah tangga, kesenian
rakyat, dan seni suara (Koentjaraningrat. 1984: 165).Sifat dan ciri kebudayaan
Jawa yang tidak homogen ini masih nampak dalam kehidupan masyarakat Jawa
sekarang.
Sebagaian
besar masyarakat Jawa bermata pencaharian sebagai petani, tetapi ada juga yang
menjadi pedagang, tukang, maupun pegawai.Sistem kemasyarakatan di Jawa menurut
garis keturunan ayah atau patrilineal.(Koentjaraningrat, 1976: 36). Karnoko
(1986: 86) berpendapat bahwa kebudayaan Jawa adalah pancaran atau
pengeJawantahan budi manusia Jawa yang mencakup kemauan, cita-cita, ide maupun
semangat dalam mencapai kesejahteraan, keselamatan lahir dan batin. Kebudayaan
Jawa ini telah ada sejak zaman prasejarah.
Dalam
perkembangannya, kebudayaan Jawa masih tetap seperti dasar kelahirannya yang
merupakan kristalisasi pemikiran-pemikiran lama yaitu:
a)
Manusia Jawa berkeyakinan kepada Sang Maha Pencipta, penyebab dari segala
kehidupan
b) Manusia
Jawa berkeyakinan bahwa manusia Jawa adalah bagian dari kodrat alam semesta (makro
cosmos), manusia dengan alam saling mempengaruhi, tetapi manusia harus
sanggup melawan kodrat alam sesuai dengan kehendak cita-cita agar dapat hidup
selamat baik dunia maupun di akherat. Hasil dari perjuangan perlawanan terhadap
kodrat alam tersebut berasal dari kemajuan dan kreativitas kebudayaan sehingga
terjalinlah keselarasan dan kebersamaan yang di dasarkan pada saling hormat,
saling tenggang rasa, dan saling mawas diri
c) Manusia Jawa
rindu akan kondisi tata tentrem kerta raharja yaitu suatu keadaan yang
damai, sejahtera, aman, sentosa berdasar pada “kautamaning ngaurip
(kekuatan hidup) sehingga manusia Jawa berkewajiban untuk memayu hayuning
raga, sesama, bangsa, dan bawana” (Imam Sutardjo, 2008: 14-15).
Kebudayaan
Jawa memiliki perbedaan atau variasi yang beraneka ragam tetapi pada dasarnya
perbedaan itu tidak bersifat mendasar karena apabila diteliti, unsur-unsur itu
masih menunjukkan satu pola ataupun satu sistem kebudayaan Jawa. Bahkan bila
diteliti lagi kebudayaan Jawa mempunyai pula kesamaan dengan kebudayaan daerah
lain.
Dari uraian tersebut di atas maka
kebudayaan Jawa dapat dibagi menjadi dua yaitu:
- Kebudayaan Rohani yang bersifat abstrak dan universal, artinya kebudayaan demikian memiliki nilai-nilai yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini.
- Kebudayaan Jasmani yang bersifat konkret, nyata, dan bersifat local sempit. Kebudayaan ini berbeda dan macam-macam jenisnya. Unsur-unsur kebudayaan ini meliputi: tulisan, kerajinan, seni tari, sistem kekerabatan, dan sebagainya (H. Karkono Kamajaya Partokusumo, 1986: 78)
b.
Pendukung Kebudayaan Jawa
Orang Jawa
adalah pendukung dan penghayat kebudayaan Jawa.Orang Jawa hanya mendiami bagian
tengah dan timur pulau Jawa, karena sebelah baratnya (yang hampir seluruhnya
merupakan dataran tinggi Priangan) adalah daerah Orang Sunda.Suku bangsa Jawa
asli atau pribumi terdapat di daerah pedalaman yaitu daerah-daerah yang secara
kolektif sering disebut daerah Kejawen yaitu Jogyakarta, Surakarta, Banyumas,
Kedu, Madiun, Malang, dan Kediri.(Koentjaraningrat, 1984: 3). Budiono Heru
Sutoto (1984: 41) yang menjelaskan mengenai orang Jawa sebagai berikut:
Secara
antropologi budaya dapat dikatakan bahwa yang disebut suku bangsa Jawa adalah
orang-orang yang secara turun-temurun menggunakan bahasa Jawa dengan berbagai
ragam dialeknya dalam kehidupan sehari-hari dan bertempat tinggal di daerah
Jawa Tengah dan Jawa Timur serta mereka yang berasal dari kedua daerah
tersebut.
Pada jaman
Mataram Islam, secara regional daerah-daearh pendukung kebudayaan Jawa ada yang
disebut negari gung (daerah istana atau keraton) dan pesisir.Kebudayaan Jawa
yang hidup di Jogyakarta dan Surakarta yang disenut Negari Gung merupakan
peradaban orang Jawa yang berakar dari keraton. Sedangkan yang disebut kebudayaan
pesisir terdapat di kota-kota pantai utara pulau Jawa yang meliputi daerah dari
Indramayu-Cirebon disebelah Barat sampai ke kota Gresik disebekah timur. Orang
Jawa menganggap kebudayaan pesisir berbeda dengan yang lain. Kebudayaan yang
hidup di Surabaya dan sekitarnya dengan logat Surabaya yang khas itu oleh orang
Jawa sendiri biasanya dianggap sebagai suatu sub daerah yang khusus
(Koentjaraningrat, 1984: 57).
Jadi
perbedaan territorial daerah pendukung kebudayaan Jawa telah menyebabkan
perbedaan atau variasi yang beraneka ragam dalam kebudayaan Jawa
c.
Pengertian Neptu
Menurut
primbon jawa ada hitungan mengenai neptu hari dan pasaran yang biasa digunakan
untuk melihat watak dan karakter manusia,perjodohan atau sekedar pengetahuan
saja.Cara seperti ini tidaklah jelek ataupun merusak aqidah agama/keyakinan yang
dimiliki seseorang(kepada Allah SWT).
A. "NEPTU HARI TUJUH".
A. "NEPTU HARI TUJUH".
- Ahad neptu harinya 5
- Senin neptu harinya 4
- Selasa neptu harinya 3
- Rabu neptu harinya 7
- Kamis neptu harinya 8
- Jumat neptu harinya 6
- Sabtu neptu harinya 9
B.
"NEPTU PASARAN".
- Legi neptu harinya 5
- Pahing neptu harinya 9
- Pon neptu harinya 7
- Wage neptu harinya 4
- Kliwon neptu harinya 8
WATAK DAN KARAKTER SESEORANG
DILIHAT DARI HARI LAHIR DAN PASARAN
- Jika anak lahir jumlah neptu hari dan pasarannya bertemu 7jalannya bumi,wataknya sempit,tidak pandai bergaul,sedikit teman dan malas bekerja,serta tanggung jawabnya kurang terhadap wanita.
- Jika anak lahir jumlah neptu hari dan pasarannya bertemu 8adalah jalanya api,berwatak kurang baik mudah tersinggung,panas hati,dengki,bermuka masam,sering bertengkar karena sering keliru berbicara,akibatnya sedikit teman.
- Jika anak lahir jumlah neptu hari dan pasarannya bertemu 9 adalah jalannya "arsy empat",berwatak suks berpindah pindah,suka makan enak dan bepergian,jika punya aji-aji tidak mujarab,tetapi otaknya cerdas.
- Jika anak lahir jumlah neptu hari dan pasarannya mertemu 10 adalah jalannya angin,berwatak pendiam,berkepribadian tinggi,cerdas dan besar nafsunya,tindakannya sesuai dengan perkataannya,segala urusan dan pekerjaan dapat diatasinya,tetapi sulit diajak musyawarah.
- Jika anak lahir hari dan pasarannya bertemu 11 jalannya bunga,berwatak pemberani,pemalu,punya barang sering dijual bahkan mengambil hak orang lain.
- Jika anak lahir hari dan pasarannya bertamu 12 jalannya syetan,berwatak neriman,disukai banyak orang,mudah mencari kerja,sering kehilangan (sesudah berumah tangga).
- Jika anak lahir neptu hari dan pasarannya bertamu 13 jalannya bintang,berwatak ramah,halus budi pkerti,berteman dengan orang baik-baik.
- Jika anak lahir jumlah neptu hari dan pasarannya bertemu 14 jalanya bulan,berawtak loyal,pekerjaan selalu baik,sering bahagia,caerdas dan disegani orang,lemah hati tapi pemalas,akibatnya sulit kaya.
- Jika anak lahir neptu hari dan pasarannya bertemu 15 jalannya matahari,berwatak memerintah tapi tidak mau bekerja,keras bicaranya,tidak betah lapar,giat bekerja,banyak kenalan,sering bertengkar dalam rumah tangga.
- Jika anak lahir neptu hari dan pasarannya bertemu 16 jalannya air,berwatak lemah lembut,sopan dan pemaaf,cita-cita tercapai,jika marah tidak ada yang berani menghalangi,tapi diam jika digertak.
- Jika anak lahir neptu hari dan pasarannya bertemu 17 jalannya bumi,berwatak pendiam,pekerjaannya berbahaya,lambat tapi nasehatnya ditaati orang,sedikit kenalan,sering ditipu orang.
- Jika anak lahir neptu hari dan pasarannya bertemu 18 jalannya api berwatak panashati,gertakannya menakutkan,dapat tantangan lawan,angkuh jika kaya.
d.
Pola keyakinan masyarakat Jawa dalam
perkawinan
Jawa, sebuah pulau yang
kaya akan tradisi dan budaya. Dari hal yang paling kecil sampai yang besar
mempunyai filosofi.Salah satunya adalah memiliki tradisi perhitungan hari dan
pasaran dalam melaksanakan aktifitas kehidupan, khususnya dalam kegiatan
perkawinan.Paradigma Jawa tersebut adalah salah satu kebudayan Jawa yang
merupakan bagian dari khazanah Jawa. Meskipun masih dipertahankan oleh sebagian
besar masyarakat Jawa akan tetapi hal tersebut sudah mulai ditinggalkan
masyarakat Jawa yang merupakan peninggalan leluhurnya, akibat dari pengaruh
kebudayaan modern.
Sudah sejak zaman
dahulu, kemampuan orang Jawa dalam melihat perubahan alam dan kehidupan. Bahkan
hingga sekarang peninggalan para leluhur berupa hitungan-hitungan, prediksi,
tata cara dan perlambang masih digunakan oleh masyarakat umum. Kepekaan yang
disertai dengan ketajaman spiritual mampu memberikan sebuah makna pada
pergantian hari, bulan, tahun, dan windu.Kicauan burung dan perilaku binatang
pun mampu memberikan sebuah pertanda, karena masyarakat Jawa menyadari bahwa
alam merupakan tempat perlambang kehidupan.
Pemberian
makna dan arti tidak dimaksudkan untuk mendahului takdir, melainkan sebagai
bentuk usaha kita agar lebih berhati-hati dalam menjalani hidup.Inilah
nilai-nilai hidup yang perlu kita junjung tinggi sebagai referensi dalam
memaknai segala kejadian hidup.
Kemampuan
orang Jawa dalam membaca tanda-tandan jaman diwariskan secara turun
termurun.Ramalan, petungan, dan keberuntungan nasib manusia mengacu kepada
perubahan musim, siklus alam, suara hati dan bisikan gaib. Bagi masyarakat
Jawa, kelahiran, kematian,jodoh, dan rejeki adalah takdir Tuhan. Namun demikian
manusia tetap diberi kewenangan untuk berikhtiar.
Begitu
pedulinya terhadap kehidupan yang aman, tenteram lahir batin, maka para
sesepuh, pinisepuh Jawa akan memberi makna pada segala peristiwa yang terjadi.
Kepekaan perasaan yang disertai ketajaman spiritual mendominasi indra
keenamnya. Pergantian hari, bulan, tahun dan windu pasti mengandung maksud.
Walaupun demikian,
segala kemampuan manusia itu tidak merupakan bawaan dari alam (yang juga
dinamakan “naluri”, karena sudah terprogram di dalam gennya, seperti halnya
pada hewan), tetapi harus dikuasainya dengan belajar (Koentjaraningrat,
2005:16).
Lebih lanjut
Koentjaraningrat (1985:20) kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya
manusia, yang harus dibiasakan dengan belajar secara keseluruhan dari hasil
budi dan karyanya itu, atau kebudayaan merupakan semua hasil karya, rasa dan
cipta manusia/masyarakat.Karya berarti menghasilkan teknologi dan kebudayaan
kebendayaan (jasmaniah) atau material yang diperlukan manusia untuk menguasai
alam; Rasa meliputi jiwa manusia, mewujudkan kaedah-kaedah dan nilai-nilai
kemasyarakatan untuk pengaturan masalah-masalah masyarakat, agama dan
lain-lain; Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir dari
orang-orang yang hidup bermasyarakat dan menghasilkan filsafat serta ilmu
pengetahuan untuk diamalkan pada masyarakat.
Selain itu menurut
Soekanto (dalam Wisadirana, 2004:23) kebudayaan adalah keseluruhan dari pernyataan
pikiran dan perasaan manusia material dan immaterial untuk menyesuaikan diri
kapada lingkungan dan meningkatkan taraf hidupnya atau merupakan cara hidup
yang dibina oleh suatu masyarakat guna memenuhi kebutuhan pokoknya (untuk
kebutuhan hidup dan kelangsungan hidup). Kebudayaan juga dapat disebut sebagai
akumulasi dari semua obyek material pada organisasi kemasyarakatan, cara
tingkah laku, pengetahuan, kepercayaan dan aktifitas-aktifitas lain yang
dikembangkan dalam pergaulan manusia.
Masyarakat desa yang
pada umumnya masih menjaga tradisi yang ada dimasyarakatnya masih menggunakan perhitungannya jawa dalam
sendi-sendi kehidupannya. Misalnya saja dalam melakukan hajat perkawinan,
mendirikan rumah, bepergian, perjodohan, mencari pekerjaan/rejeki, menetukan
sifat manusia dan lain sebagainya.Namun seiring dengan berkembangnya jaman
tradisi-tradisi tersebut mulai mengalami perubahan dan pengembangan.
Menurut Wisadirana masyarakat pedesaan adalah masyarakat
yang bersifat homogeny, tertib dan tentram dalam kehidupan sosialnya, menerima
keadaan dan hidup tanpa ada persilihan serta menolak segala bentuk pembaharuan,
meskipun dalam kenyatannya anggapan-anggapan tersebut tidak selalu benar
(Wisadirana, 2004:41).
Hal mendasar dalam pembangunan desa dewasa ini adalah
bagaimana merubah sistem nilai budaya masyarakat agar cocok dengan perubahan
sosial yang diharapkan.Hal ini sangat terkait dengan sistem nilai budaya
masyarakat desa.Sebagai faktor mental sistem nilai budaya (cultural value sistem) dan sikap (attitude) menimbulkan pola pikir tertentu yang berpengaruh pada
tindakan seseorang baik dalam kehidupan sehari-hari atau keputusan yang penting
dalam hidupnya, Sayogjo (dalam Yuliati, 2003:52).
Seperti halnya pada masyarakat di desa
Samir Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung pada umumnya mereka masih
menggunakan perhitungan Jawa tersebut dalam berbagai kegiatan utamanya dalam
kegiatan perkawinan.Pada awalnya mencari kecocokan calon pengantin dengan
menggunakan perhitungan neptu
(perhitungan jumlah hari dan pasaran) dari kedua calon pengantin, kemudian
mencari hari baik untuk pelaksanaan perkawinan tersebut.Apabila perhitungan
dari kedua calon pengantin tidak cocok maka perkawinan tersebut terancam gagal.
Masyarakat masih mempunyai keyakinan terhadap perhitungan Jawa dalam kegiatan
perkawinan, apabila dilaksanakan sesuai dengan perhitungan yang ada akan
berdampak dengan kehidupan selanjutnya.
BAB II
METODELOGI PENELITIAN
1.5 METODE PENENTUAN LOKASI
PENELITIAN
Penelitian ini
dilaksanakan di desa Benculuk, kec. Cluring, kab.Banyuwangi pada hari Sabtu, 20
September 2014. Dimana wilayah
tersebut sering diadakan pernikahan dengan adat jawa. Secara tidak langsung
masyarakat disana ada yang telah mengetahui
perhitungan neptu jodoh. Di wilayah Benculuk, orang yang dianggap ahli
kejawen biasanya dimintai tolong untuk menghitungkan angka perjodohan
berdasarkan neptu, apabila masyarakat
sekitar ada yang akan mempunyai
hajatan pernikahan. Perhitungan neptu
kedua calon pengantin biasanya dilakukan jauh-jauh hari sebelum pernikahan
berlangsung. Diharapkan tidak ada hal-hal buruk yang akan terjadi di hari
pernikahan nanti.
Penulis mengambil
cakupan wilayah Benculuk untuk mengulas perhitungan tersebut karena disana
banyak terdapat budayawan, para sesepuh biasanya menghitung bobot angka neptu dari kedua mempelai untuk melihat jodoh tidaknya
calon pengantin. Selain itu di
Benculuk juga banyak sesepuh yang dahulunya pernah berpengalaman memimpin acara pernikahan adat Jawa. Hal ini
dapat dijadikan lokasi sasaran utama untuk
mendukung pemecahan dari permasalahan yang akan diteliti.
Dalam penelitian
ini penulis menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah metode yang
jenis penelitiannya akan menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat
dicapai dengan prosedur statistik/jalur angka. Keunggulan dari metode tersebut
peneliti dapat mengungkap suatu permasalahan secara mendalam, menyeluruh,
terinci, dapat dipertanggung jawabkan dan unik.
1.6 METODE PENENTUAN INFORMAN
Informan adalah
sumber data berupa manusia yang akan
memberikan informasi yang akan diteliti.
Informan penelitian yangakan saya ambil adalah salah satu sesepuh yang telah
lama dipercaya masyarakat untuk mempertemukan jodoh dan menghitung perjodohan
menurut penanggalan Jawa.
Berikut adalah data
informan :
Nama : Mukari
Usia : 108 tahun
Alamat : Benculuk
Pekerjaan : sudah
tidak bekerja
Pengalaman :pemain
ketoprak, ludruk, jaranan, pecinta wayang kulit, pegawai perhutani, membantu
masyarakat dalam pelaksaan prosesi pernikahan adat Jawa.
Penulis memilih mbah Mukari sebab
beliau dianggap ahli adat jawa di daerah Benculuk, beliau banyak mengetahui
seluk beluk dari topik penelitian yang akan penulis bahas.
1.7 METODE PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan
data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam
kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan
dipermudah olehnya. Metode
pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data. Instrumen sebagi alat bantu dalam menggunakan methode
pengumpulan data merupakan sarana yang dapat diwujudkan dalam benda. Pengumpulan data yang dilakukan meliputi :
a.
Observasi
Observasi
adalah pengamatan dan pencatatan secara sistimatik terhadap unsur-unsur
yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian. Dalam
penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memehami proses terjadinya
wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Observasi yang
akan dilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek selama
wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan
sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara.
Observasi dilakukan di desa Benculuk kec.
Cluring dimana tempat tersebut, masyarakat yang mayoritas orang Jawa, banyak
yang masih percaya dengan perhitungan neptu untuk menentukan jodoh, selain itu
pernikahan dalam tata cara kejawen juga banyak kita jumpai disana. Sehingga
penulis merasa dapat menghasilkan informasi-informasi yang lebih objektif
tentang makna dibalik bobot angka perjodohan dari perhitungan neptu untuk
pasangan pengantin yang akan naik pelaminan.
b.
Metode interview
Wawancara adalah metode pengambilan data dengan
cara menanyakan sesuatu kepada seorang responden, caranya adalah dengan
bercakap-cakap secara tatap muka. Dengan tahap interview maka hal-hal yang
mengenai aspek-aspek yang akan di gali informasinya akan menghasilkan sebuah
jawaban.
Dalam metode ini, Sebelum terjun ke lokasi
wawancara penulis telah menyiapkankan sederet pertanyaan untuk mengungkap dari
perhitungan jodoh tersebut.Beberapa pertanyaan telah penulis susun untuk
ditanyakan pada Mbah Mukari.Dengan maksud tujuan wawancara tepat sasaran dan
mendalam.Penulis melakukan wawancara secara sistematis sesuai dengan konsep
yang ada. Kendala yang dihadapi adalah jauhnya medan yang dituju, sedangkan
waktu yang ada sangatlah sedikit, sehingga agak
kurang leluasa dalam mengajukan pertanya-pertanyaan yang belum terungkapkan.
Selain itu usia narasumber yang sudah lanjut usia
mennyebabkan kegiatan wawancara yang dilakukan kurang cepat/agak lambat
mengingat beliau sudah tua dan fisiknya tidak sekuat dahulu. Dalam praktek
wawancara, narasumber menggunakan bahasa Jawa dan hal ini sangat memudahkan penulis karena keseharian penulis juga
menggunankan bahasa tersebut sehingga penjelasan dari informan dapat diterima
dan dipahami dengan baik.
c.
Metode dokumentasi
Dokumentasi berkaitan dengan suatu kegiatan
khusus berupa pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebarluasan suatu
informasi.Dokumentasi adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan foto dan
penyimpanan foto. Pengumpulan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dalam
bidang pengetahuan.kumpulan bahan atau dokumen yang dapat digunakan sebagai
asas bagi sesuatu kejadian, penghasilan sesuatu terbitan
Bentuk dokumentasi yang akan penulis pilih ialah
berbentuk audio dan visual yaitu berupa video dan foto yang penulis ambil dalam
proses pengumpulan data. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa penulis telah
melakukan pencarian sumber-sumber penelitian di masyarakat Benculuk.Selain hal
wawancara, penulis juga mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan penelitian
di internet untuk menambah sumber informasi.
1.8 ANALISIS DATA
Analisis data diartikan sebagai upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga karakteristik atau
sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk
menjawab hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan penelitian.
Teknik analisis data dapat diartikan sebagai cara melaksanakan analisis terhadap data, dengan tujuan mengolah data tersebut menjadi informasi,
sehingga karakteristik atau sifat-sifat datanya dapat dengan mudah dipahami dan
bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan
penelitian atau menarik kesimpulan tentang berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian.
Dalam objek penelitian ini penulis menggunakan Teknik
analisis data penelitian secara deskriptif dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul. Penulis
menguraikan tentang makna yang terkandung dalam bobot angka perjodohan dengan
menggunakan perhitungan neptu, kemudian penulis menyesuaikan dengan konsep-konsep teori yang telah ada untuk
mengalisa bab-bab yang berkaitan erat dengan penelitian ini
Setelah
meninggalkan lokasi penelitian, penulis melanjutkan pada tahap penganalisaan
data. Data yang berbentuk video sangat memudahkan penulis dalam menguraikan
informasi dalam bentuk teks.
Berdasarkan
data yang diolah dari sumber informasi yang di dapat, penulis menjabarkannya
dalam bentuk kalimat kemudian menguraikan dan menafsirkannya untuk mempermudah
pembaca maupun pendengar dalam memahami isi serta mempermudah untuk menarik
kesimpulan dalam penelitian ini
BAB III
GAMBARAN UMUM
DAERAH PENELITIAN
1.9 KEADAAN UMUM
Desa Benculuk merupakan salah satu desa yang terletak di
Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Topografi
ketinggian desa ini adalah berupa dataran rendah, dengan
ketinggian 73 meter di atas permukaan air laut. Berdasarkan keadaan
geografis desa, curah hujan rata-rata mencapai 11,25 mm dengan suhu rata-rata
32° - 37 °C.
Berdasarkan data administrasi pemerintahan Desa Benculuk,
Desa Benculuk memiliki luas wilayah 1.051 hektar. Desa Benculuk terdiri atas
lima dusun, yaitu Dusun Krajan, Dusun Purwosari, Dusun Kebonsari, Dusun
Pancursari dan Dusun Rejosari. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian dalam
pertanian, utamanya perkebunan dan petani ladang atau tegalan.
Jarak tempuh Desa Benculuk ke ibu kota Kecamatan Cluring
yaitu sekitar 2 kilometer. Sedang jarak ke ibu kota Kabupaten Banyuwangi adalah
sekitar 32 kilometer.
Secara
adminstratif, Desa Benculuk dibatasi oleh wilayah desa-desa tetangga.Di sebelah
utara berbatasan dengan Desa Sraten.Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Cluring dan Desa Tamanagung. Di sisi selatan
berbatasan denganDesa Tampo dan Desa Kaliploso,
sedangkan di sisi timur berbatasan dengan Desa Tapanrejo, Kecamatan Muncar.
1.10
LETAK DAN KEADAAN
GEOGRAFIS
Secara
Geografis Desa Benculuk terletak di bagian selatan Kabupaten Banyuwangi dengan
jarak tempuh sekitar 30 km dari Pusat Kota Kabupaten, berupa dataran rendah
dengan ketinggian rata-rata 73 dpl, suhu berkisar antara 32 C – 37 C. Luas
wilayah 1.051 Ha atau 17,50 km2 dengan rincian :
- Sawah : 731
ha = 69,55 %
- Tegal/
ladang : 114
ha = 10,84 %
- Pemukiman : 190,99
ha = 18,17 %
- Lain-lain : 15
ha = 1,44
%
1.10.1 BATAS-BATAS WILAYAH
Batas – batas wilayah Desa Benculuk
yaitu :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan
Desa Tapansari Kecamatan Sraten
b. Sebelah Barat berbatasan dengan
Desa Taman Agung Kecamatan Cluring
c. Sebelah Selatan berbatasan
dengan Desa Cluring Kecamatan Purwoharjo
d. Sebelah Timur berbatasan dengan
Desa Tampo Kecamatan Cluring
Terdiri dari 5 Dusun yaitu : Dusun Krajan, Purwosari,
Kebonsari, Pancursari dan Rejosari dan di bantu 98 RT (Rukun Tetangga), 20 RW
(Rukun Warga)
1.10.2 KEADAAN ALAM
Luas
wilayah 1.051 Ha atau 17,50 km2 dengan rincian :
- Sawah : 731
ha = 69,55 %
- Tegal/
ladang : 114
ha = 10,84 %
- Pemukiman : 190,99
ha = 18,17 %
- Lain-lain : 15
ha = 1,44
%
1.10.3
KEADAAN PENDUDUK
Penduduk desa Benculuk mayoritas Warga Negara Indonesia campuran antara
masyarakat Jawa dan masyarakat Using
1.10.4 MATA PENCARIAN
Mata pencarian di
daerah Benculuk sangat bervariatif.Masyarakat disana bekerja di sawah dan
tegal.Sebagian besar
penduduknya bermata pencaharian dalam pertanian, utamanya perkebunan dan petani
ladang atau tegalan.
1.10.5
MOBILITAS PENDUDUK
Mobilitas penduduk adalah gerak atau perpindahan penduduk
dari suatu tempat ke tempat lain atau dari suatu daerah ke daerah lain dalam
jangka waktu tertentu.
1.10.6
AGAMA DAN
PENDIDIKAN
Mayoritas kepercayaan
disana adalah menganut agama Islam. Pendidikan disana juga cukup maju mulai
taraf paud, SD, SMP, SMA, SMK, UNIVERSITAS UBI.
1.10.7 ADAT ISTIADAT
Adat dan budaya
masyarakat di Benculuk masuk dalam kebudayaan Banyuwangi (orang usingan) dan adat Jawa
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Definisi dan sejarah adanya
perhitungan neptu
Menurut data informan dari seorang ahli perhitungan jodoh di wilayah Benculuk yang bernama Mbah Mukari (108 tahun) mengungkapkan bahwa neptu adalah kelahiran. Neptu adalah kelahiran seperti pahing 9, kliwon 8, wage 4,
pon 7, legi 5, minggu 5, senin 4, selasa 3, rabu 7, jumat 8,
sabtu 9. Asal mula perhitungan neptu tersebut yang di percayai masyarakat Jawa ternyata berawal dari orang Jawa kuno ketika masih adanya kerajaan-kerajaan dan masyarakat jaman dahulu hanya mempunyai ratu atau raja sebagai pimpinan mereka, bukan seorang presiden seperti sekarang ini.
Penulis : Istilah Neton niku napa mbah…??
Informan :yo umpane ki lahirmu kamis wage
Penulis : kulo senin wage mbah
Informan :senen telu wage papat
Penulis :oh enggeh mbah. Maksud neton niku napa mbah
??
Informan : Kelairan. Rungokno..! pahing songo, kliwon wolu, wage papat, pon pitu, legi limo. Terus lek minggu iku limo, senin papat, selasa telu, rabu pitu, jumat wolu, sabtu songo.
Penulis :Asal itung-itungan neton niku dugi pundi mbah?
Informan :Yo wong kuno
Penulis :Jawi kuno enggeh mbah?? Jadi jaman-jaman kerajaan pun enten enggeh??
Informan :Uwis… jaman biyen ki ra enek presiden. Enenge ratu.
Penulis :Kalih raja mbah?
Informan :He’e
2.
Makna dari
perhitungan jodoh dengan neptu bagi masyarakat Jawa
Makna yang
terkandung dari perhitungan neptu bagi masyarakat jawa adalah utuk menjadi
tolak ukur mencari rejeki, sifat, dan jodoh seseorang.Apabila jumlah neptunya
kecil dianggap kecil juga rejekinya.Neptu selalu berhungan dengan rejeki,
sifat, dan jodoh.Sebagai contoh Mbah Mukari mengambil contoh perhitungan antara
beliau dengan istrinya mbah Katemi, mbah Mukari lahir pada sabtu pahing dan
istrinya akad pahing (minggu pahing). Sabtu pahing jumlahnya 18 dan minggu pahing
jumlahnya 14 jika kedunya di jumlahkan hasilnya 32. Jumlah neptu dari kedua
pihak apabila melampaui 30 lebih maka disebut patemon ratu. Patemon ratu maksudnya wanita harus melayani pria. patemon ratu, laki-laki pantang
di dapur dan tidurnya harus di tempat tidur yang terbuat dari kayu jati karena
dilambangkan ratu
Penulis :terus makna
neton buat masyarakat Jawa sendiri itu bagaimana mbah? Mengenai rejeki,
jodohnya apa tergantung pada neton mbah?
Informan :iyoo
Penulis : misale
netone alit enggeh alit ?
Informan :iyo
Penulis :neton niku
napa enten hubungane kalih sifat, rejeki, jodoh seseorang mbah?
Informan :iyo iyo...
hubungane jodo yo rejeki.
Penulis :contohe
mbah? Misale neton napa ngonten mbah
Informan :yo umpamane
aku ki setu pahing, mbahmu wedok ki akad pahing, setu pahing ki wolu las, songo
karo songo wolu las. Akad pahing ki limo karo songo piro
Penulis :14
Informan :lha terus
di jumlah
Penulis :dijumlah
wolu las kalih pat belas berarti tiga puluh dua
Informan :iku jenenge
patemon ratu
Penulis :maksudte
patemon ratu niku napa mbah?
Informan :patemon
ratu iku yo wong wedok ki kudu ngladeni sing lanang ngono... patemon ratu ki ra
kenek nang pawon. Lha lak turu ki ambene kudu teko kayu jati.
Penulis :lha napa’a mbah mboten
damel kayu biasa mawon ?
Informan :gak oleh
3. Cara menghitung neptu dari calon
kedua mempelai yang akan menikah
Cara menghitung
perjodohan yaitu dengan mengucapkan “bojo, jodoh, jen” sampai hitungan jumlah kedua pihak. Misalnya diambil dari hitungan Mbah Mukari dan Mbah Katemi
yang jumlahnya 32 berhenti pada
hitungan “jodoh” atau biasa disebut tibo
jodo. Dalam perhitungan istilah bojo (tibo bojo) artinya hanya sekedar nikah nikahan saja yang tidak mempunyai cinta layaknya seorang
pelacur, jika jodoh(tibo jodo) bisa di jodohkan yang artinya kedua pihak sudah
cocok, jika jen artinya pernikahan pasti
akan berakhir seperti pisah mati (meninggal) dan pisah hidup (cerai).
Informan :Lhah
itungane jodo, bojo, jen, bojo, jodo, jen (menghitung dengan jari tangan sampai
hitungan yang 32) jen..bojo... jodoh.. nah..
Penulis :ooh ngonten
niku ngitunge mbah.. pertamane niku napa jen riyen?
Informan :bojooo
Penulis :bojo niku
napa mbah?
Informan :bojo ki
bojo-bojoan
Penulis :mboten
tenanan mbah?
Informan :podo karo
(maaf) senuk kae lo.. ora due tresno
Penulis :bojo, jodo,
jen. Jen niku napa mbah?
Informan :lak gak
pegat mati yo pegat urip
Penulis :dados
pegatan mawon?
Informan :ho’o
4.
Patokan
dalam perhitungan jodoh
Patokan atau
tolak ukur dalam perhitungan jodoh terlebih dahulu harus mengetahui dahulu
kelahirannya laki-laki dan perempuan lalu keduanya di jumlahkan kemudian di
hitung dengan mengucapkan “bojo, jodoh, jen”
sampai hitungan hasilpenjumlahan kedua pihak. Jika hitungannya
tidak bagus maka mencari makan sulit dan sering bercerai. Dalam segi kesulitan
mencari makan tidak dapat ditolak balak dengan selamatan karena memang sudah
bawaan dari jodoh.
Penulis :terus
patokane ngitung jodoh damel neton niku napa mbah?
Informan :yo jumlahe
kudu ngerti jumlahe wong lanang iku lahire opo, wedoke opo. Engko ditempukne dadi siji.
Penulis :di jumlah
enggeh. Terus?
Informan :terus
diitungi koyo ngono mau
Penulis :terus lak
itungane mboten sae niku dos pundi mbah?
Informan :yo sidamu
golek pangan yo angel yo pegatan
Penulis :masalahe
yen golek pangan angel napa mboten saged di tangkis kados slametan?
Informan : gak iso.
iku wes gawanan soko jodone
5.
Bagaimana
kepercayaan masyarakat Jawa apabila menikah tanpa perhitungan neptu (akibat
yang ditimbulkan)
Orang jawa mempercayai apabila menikah tanpa menggunakan perhitungan neptu akan
membawa kesengsaraan seperti mencari makan sulit dan kebutuhan tidak tercukupi. Dan kepercayaan yang di pegang informan, Mbah mukari dalam sepanjang
sejarah hidupnya belum pernah beribadah ke masjid namun kepercayaan yang beliau
lakukan hanyalah bertapa kepada Gusti Kang Maha Suci (Tuhan Yang Maha
Suci).Mbah mukari sering menyebut Gusti Kang Maha Suci bukan Gusti Allah. Gusti yang berarti
bagus di hati, suci artinya bersih dan
maha itu artinya yang lebih tingggi.
Penulis :misalnya
enggeh mbah enten tiyang jawi ajeng nikah tapi mboten itung-itungan neton niku
dos pundi mbah?
Informan :yo sidamu
soro
Penulis :sorone kados
napa mawon mbah?
Informan :yo soro
golek pangan angel. Ora iso cukup.
Penulis :trus napa
malih?
Informan :yo ngono
iku. Lek enek peritungane kan penak.
Penulis :oh ngoten.
Informan :aku iki sak
lawase urip ora tau nang langgar, ora tau nang mesjid. Aku isaku mung semedi
ing wayah bengi nyembah marang Gusti.
Penulis :Gusti Allah
enggeh mbah?
Informan :aku lak
ngarani Gusti kang Maha Suci. Gusti ki bagus ning ati, suci ki resik, maha ki sing
luwih duwur. Ngono lo..
Penulis :berarti
menyingpang napa mboten mbah perhitugan niki?
Informan :gak.
6.
Makna setiap bobot angka hasil dari penjumlahan
neptu calon pengantin
Menurut Mbah
Mukari perhitungan neptu dalam kepercayaannya tidaklah menyimpang dari ajaran
agama. tata cara setiap orang dalam menghitung neptu menurut Mbah Mukari hanya
dengan satu cara diatas karena tidak ada cara yang lainnya. Penjelasan
selanjutnya mengenai bobot angka perjodohan, beliau menjelaskan bahwa hasil
penjumlahan neptu antara laki-laki dan perempuan mempunyai makna dan arti sendiri-sendiri.
Penulis :mbah cara
perhitungan neton setiap orang napa berbeda. Napa memang caranya seperti itu?
Napa enten malih sing liyane?
Informan : ogak enek.
Penulis :ya
setunggal niku enggah?
Informan :he’e. Saiki
umpane kowe duwe jodo selawe yo pastine mati salah sitok
Penulis :ooh.. niku
laki-laki sama perempuan di jumlah jadi satu jumlahe selawe mboten saged enggeh
mbah?
Informan :ho’o
Penulis :lek misale
jumlahe kirang dari dua puluh niku napa rejekine kirang?
Informan :yo ngene
datar
Penulis :ooh alit
mbah. Haruse tiga puluh keatas enggeh mbah? kan kadang jarang mbah jumlah tiga
puluh keatas tergantung orangnya.
Informan : wong
lanang wedok lak jumlahe rong puluh ae
sorone eram golek pangan.
Penulis :yen 34 (30<) niku dos pundi mbah?
Informan :patemon
ratu iku. Tapi sirikane yo iku wong lanang iki ra oleh nang pawon koyo adan,
njangan... tapi saiki yo wes umum. Angger wong lanang yo olah-olah.
Penulis :lak 29 niku mbah? Kan
mendekati 30
Informan :penak we. Apik.
Penulis :lak pun itung-itung
neton napa malih yang di hitung sebelum pernikahan?
Informan :yo gak enek. Yo wis iku patokane
Beliau
memaparkan lagi mengenai bobot angka perjodohan, beliau menjelaskan bahwa
hasil penjumlahan neptu antara laki-laki dan perempuan jika :
Ø 30<disebut
patemon ratu yang berarti baik. Tapi laki-laki pantang melakukan perkerjaan di
dapur seperti memasak, mengolah makanan, dan lain- lain. Tidur di tempat tidur
yang terbuat dari kayu jati.
Ø Khusus25 tidak
dapat dijodohkan karena pasti ada meninggal salah satu diantara mereka.
Ø <20 maka dalam
mencari makan akan datar-datar saja tidak ada peningkatan. Angka 20 sudah
terlalu sengsara dalam mencari rejeki.
Ø Angka-angka yang
hampir mendekati 30 itu termasuk sudah bagus
Ø Angka 27 adalah
angka terbaik dari semua angka. Tidak ada yang bisa mengalahkan dan Kehidupan
pernikahan akan mendapat kemudahan.
7. Pandangan masyarakat Benculuk
mengenai penting dan tidaknya perhitungan neptu
Perhitungan neptu
sangat diperlukan ketika akan dilaksanakannya pernikahan. Hal tersebut
dilakukan untuk mencapai jalan hidup yang bagus.Selain perhitungan tersebut,
penetuan hari pernikahan juga turut di perhitungkan. Hari pernikahan harus
dicarikan hari tibo jodo dengan maksud calon pengantin dapat di
jodohkan.Setelah menghitung jumlah hari pasaran dari kedua calon pengantin.
Selanjutnya dihitung dengan mengurutkan “bojo, jodoh, jen”. Misalnya ketika
hasilnya sudah ditemukan dan jatuh pada hitungan tibo bojo maka perlu mencari
hari tibo jodo untuk hari pernikahan calon pengantin.Cara menemuakan hari
tersebut yaitu dengan mencari hari yang jumlah pasarannya jatuh pada hitungan
tibo jodo. Misalnya hari senin wage yang hitungannya jatuh pada tibo bojo. Maka
calon pengantin harus dinikahkan pada hari tersebut.Adapun Tempat jodoh ada 5
yaitu:
1.
Wage = utara
2.
Kliwon = tengah
3.
Legi = timur
4.
Pahing = selatan
5.
Pon = barat
Menurut pemaparan
mbah Mukari, perhitungan neptu untuk hal perjodohan bagi masyarakat Benculuk
sendiri tidak di wajibkan, tergantung keinginan mereka saja. Apabila yang sudah
percaya tetapi tidak melakukan,mereka akan sengsara,
kalau di laksanakan akan mendapat kemudahan. Mbah Mukari menegaskan bahwa
manusia harus mempunyai perhitungan jika tidak mereka sama saja seperti
kambing.
v Berikut hasil wawancara dalam
bentuk narasi:
Neptu adalah
kelahiran seperti pahing 9, kliwon 8, wage 4, pon 7, legi 5, minggu 5, senin 4,
selasa 3, rabu 7, jumat 8, sabtu 9. Asal mula perhitungan neptu berawal
dari orang jawa kuno ketika masih adanya kerajaan-kerajaan.Masyarakat dahulu
tidak mempunyai presiden, yang ada hanyalah ratu dan raja.
Makna yang
terkandung dari perhitungan neptu bagi masyarakat jawa adalah utuk menjadi
tolak ukur mencari rejeki, sifat, dan jodoh seseorang.Apabila jumlah neptunya
kecil dianggap kecil juga rejekinya.Neptu selalu berhungan dengan rejeki,
sifat, dan jodoh.Sebagai contoh Mbah Mukari mengambil contoh perhitungan antara
beliau dengan istrinya mbah Katemi, mbah Mukari lahir pada sabtu pahing dan
istrinya akad pahing (minggu pahing).Sabtu
pahing jumlahnya 18 dan minggu pahing jumlahnya 14 jika kedunya di
jumlahkan hasilnya 32. Jumlah neptu dari kedua pihak apabila melampaui 30 lebih
maka disebut patemon ratu.Patemon ratu maksudnya wanita harus melayani pria,
patemon ratu laki-laki pantang di dapur dan tidurnya harus di tempat tidur yang
terbuat dari kayu jati karena dilambangkan ratu.
Cara menghitung
perjodohan yaitu dengan mengucapkan “bojo, jodoh, jen” sampai hitungan jumlah kedua pihak. Hitungan
dari Mbah Mukari dan Mbah Katemi yang
jumlahnya 32 berhenti pada hitungan
“jodoh” atau biasa disebut tibo jodo. Dalam perhitungan istilah bojo
(tibo bojo) artinya hanya sekedar nikah-nikahan saja yang tidak mempunyai cinta
layaknya seorang pelacur, jika jodoh(tibo jodo) bisa di jodohkan yang artinya
kedua pihak sudah cocok, jika jen artinya pernikahan pasti akan berakhir seperti pisah mati (meninggal)
dan pisah hidup (cerai).
Patokan dalam
perhitungan jodoh terlebih dahulu harus mengetahui dahulukelahiran laki-laki
dan perempuan lalu keduanya di jumlahkan kemudian di hitung dengan mengucapkan
“bojo, jodoh, jen” sampai hitungan
hasilpenjumlahan kedua pihak. Jika hitungannya tidak bagus maka mencari makan
sulit dan sering bercerai.Dalam hal kesulitan mencari makan tidak dapat ditolak
balak dengan selamatan karena memang sudah bawaan dari jodoh.
Orang jawa mempercayai apabila menikah tanpa menggunakan perhitungan neptu akan
membawa kesengsaraan seperti mencari makan sulit dan kebutuhan tidak tercukupi. Mbah mukari dalam sepanjang sejarah hidupnya belum pernah beribadah ke
masjid namun kepercayaan yang beliau lakukan hanyalah bertapa kepada Gusti Kang
Maha Suci (Tuhan Yang Maha Suci).Mbah mukari sering menyebut Gusti Kang Maha
Suci bukan Gusti Allah. Gusti yang berarti bagus di hati,
suci artinya bersih dan maha itu artinya
yang lebih tingggi.
Menurut Mbah Mukari
perhitungan neptu dalam kepercayaannya tidaklah menyimpang dari ajaran agama. tata cara setiap orang dalam menghitung
neptu menurut Mbah Mukari hanya dengan satu cara diatas karena tidak ada cara
yang lainnya. Penjelasan selanjutnya mengenai bobot angka perjodohan, beliau
menjelaskan bahwa hasil penjumlahan neptu antara laki-laki dan perempuan jika :
·
30<disebut patemon ratu yang
berarti baik. Tapi laki-laki pantang melakukan perkerjaan di dapur seperti
memasak, mengolah makanan, dan lain- lain. Tidur di tempat tidur yang terbuat
dari kayu jati.
·
Khusus25 tidak dapat dijodohkan
karena pasti ada meninggal salah satu diantara mereka.
·
<20 maka dalam mencari makan
akan datar-datar saja tidak ada peningkatan. Angka 20 sudah terlalu sengsara
dalam mencari rejeki.
·
Angka-angka yang hampir mendekati
30 itu termasuk sudah bagus
·
Angka 27 adalah angka terbaik
dari semua angka. Tidak ada yang bisa mengalahkan dan Kehidupan pernikahan akan
mendapat kemudahan.
Perhitungan neptu
sangat diperlukan ketika akan dilaksanakannya pernikahan. Hal tersebut
dilakukan untuk mencapai jalan hidup yang bagus.Selain perhitungan tersebut,
penetuan hari pernikahan juga turut di perhitungkan.Hari pernikahan harus
dicarikan hari tibo jodo dengan maksud calon pengantin dapat di
jodohkan.Setelah menghitung jumlah hari pasaran dari kedua calon pengantin.
Selanjutnya dihitung dengan mengurutkan “bojo, jodoh, jen”. Misalnya ketika
hasilnya sudah ditemukan dan jatuh pada hitungan tibo bojo maka perlu mencari
hari tibo jodo untuk hari pernikahan calon pengantin.Cara menemukan hari
tersebut yaitu dengan mencari hari yang jumlah pasarannya jatuh pada hitungan
tibo jodo. Misalnya hari senin wage yang hitungannya jatuh pada tibo bojo. Maka
calon pengantin harus dinikahkan pada hari tersebut. Adapun Tempat jodoh ada 5 yaitu:
·
Wage = utara
·
Kliwon= tengah
·
Legi = timur
·
Pahing = selatan
·
Pon = barat
Menurut pemaparan mbah Mukari,
perhitungan neptu untuk hal perjodohan bagi masyarakat Benculuk sendiri tidak
di wajibkan, tergantung keinginan mereka saja. Apabila yang sudah percaya
tetapi tidak melakukan akan sengsara, kalau di laksanakan akan mendapat
kemudahan. Mbah Mukari menegaskan bahwa manusia harus mempunyai perhitungan
jika tidak mereka sama saja seperti kambing.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Masyarakat desa yang pada umumnya masih menjaga tradisi
yang ada dimasyarakatnya masih
menggunakan perhitungannya jawa dalam sendi-sendi kehidupannya. Misalnya
saja dalam melakukan hajat perkawinan, mendirikan rumah, bepergian, perjodohan,
mencari pekerjaan/rejeki, menetukan sifat manusia dan lain sebagainya
Didesa
Benculuk tradisi tersebut masih dilakukan bagi orang-orang yang mempercayainya.
perhitungan Jawa tersebut dalam berbagai kegiatan utamanya dalam kegiatan
perkawinan. Pada awalnya mencari kecocokan calon pengantin dengan menggunakan
perhitungan neptu (perhitungan jumlah
hari dan pasaran) dari kedua calon pengantin, kemudian mencari hari baik untuk
pelaksanaan perkawinan tersebut.Apabila perhitungan jodoh dari kedua calon
pengantin tidak cocok maka perkawinan tersebut terancam gagal.
Neptu adalah kelahiran
seperti pahing 9, kliwon 8, wage 4, pon 7, legi 5, minggu 5, senin 4, selasa 3,
rabu 7, jumat 8, sabtu 9. Neptu berasal dari orang jawa kuno
jaman kerajaan dahulu kala. Makna yang terkandung dari perhitungan neptu bagi
masyarakat jawa adalah utuk menjadi tolak ukur mencari rejeki, sifat, dan jodoh
seseorang.
Cara menghitung perjodohan yaitu dengan mengucapkan “bojo, jodoh, jen” sampai hitungan jumlah kedua pihak. Dalam
perhitungan istilah bojo (tibo bojo) artinya hanya sekedar nikah nikahan saja yang tidak mempunyai cinta, jika jodoh(tibo
jodo) bisa di jodohkan yang artinya kedua pihak sudah cocok, jika jen artinya
pernikahan pasti akan berakhir seperti
pisah mati (meninggal) dan pisah hidup (cerai).
Patokan atau tolak ukur dalam perhitungan jodoh terlebih dahulu harus
mengetahui dahulu kelahirannya laki-laki dan perempuan lalu keduanya di
jumlahkan kemudian di hitung dengan mengucapkan “bojo, jodoh, jen” sampai hitungan hasil penjumlahan kedua
pihak.
Orang jawa mempercayai apabila menikah tanpa menggunakan perhitungan neptu akan
membawa kesengsaraan seperti mencari makan sulit dan kebutuhan tidak tercukupi. Menurut Mbah Mukari perhitungan neptu dalam kepercayaannya
tidaklah menyimpang dari ajaran agama.
beliau menjelaskan bahwa makna hasil penjumlahan neptu antara laki-laki
dan perempuan jika :
1.
30<disebut patemon ratu yang
berarti baik. Tapi laki-laki pantang melakukan perkerjaan di dapur seperti
memasak, mengolah makanan, dan lain- lain. Tidur di tempat tidur yang terbuat
dari kayu jati.
2.
Khusus25 tidak dapat dijodohkan
karena pasti ada meninggal salah satu diantara mereka.
3.
<20 maka dalam mencari makan
akan datar-datar saja tidak ada peningkatan. Angka 20 sudah terlalu sengsara
dalam mencari rejeki.
4.
Angka-angka yang hampir mendekati
30 itu termasuk sudah bagus
5.
Angka 27 adalah angka terbaik
dari semua angka. Tidak ada yang bisa mengalahkan dan Kehidupan pernikahan akan
mendapat kemudahan.
Dalam perhitungan
neptu untuk hal perjodohan bagi masyarakat Benculuk sendiri tidak di wajibkan,
tergantung keinginan mereka saja. Apabila yang sudah percaya tetapi tidak
melakukan,mereka akan sengsara, kalau
dilaksanakan akan mendapat kemudahan. Karena setiap manusia hidup haruslah
mempunyai perhitungan dalam menjalani hidup ini.
LAMPIRAN DOKUMENTASI PENELITIAN
Pelaksanaan : Sabtu, 20 September 2014
Tempat : di rumah Mbah Mukari desa
Benculuk, kec. Cluring, kab. Banyuwangi, Jawa Timur
Pukul : 18.00 WIB – selesai
Data informan :
Nama :
Mukari
Jenis kelamin : laki-laki
Usia :
108 tahun
Alamat : Benculuk
Agam : Islam
Pekerjaan : sudah tidak bekerja
Pengalaman :
pemain ketoprak, ludruk, jaranan, pecinta wayang kulit, pegawai perhutani,
membantu masyarakat dalam pelaksaan prosesi pernikahan adat Jawa
Hi brides & grooms to be, lagi cari gedung utk acara pernikahan di Kota Bandung? Gedung HIS Balai Sartika Convention Hall bisa jadi pilihan kamu loh karena sekarang udh full carpet & lampu chandelier. Selain itu HIS Balai Sartika Convention Hall juga menyediakan paket pernikahan yang fleksibel dan pilihan vendornya ada banyak banget, bisa pilih sesuai keinginan kamu. Ohya, sekarang lagi ada promo menarik juga loh yaitu PILIH BONUS SESUKAMU atau CASHBACK! Untuk informasi lengkapnya, hubungin aja Tresna (+6281312214233).
BalasHapus